LAPOR...LAPOR...LAPOR..!!
Kegiatan buzzer itu bukan hanya mendengung dengan perangai hujatan, tuduhan dan bully. Jauh dari nilai-nilai edukasi dengan memaparkan informasi.
Kerja tambahan buzzer adalah melaporkan kritik atau opini yang menyudutkan tuannya dengan alasan penyesatan informasi atau pembohongan.
Kasus terbaru Novel Baswedan adalah contohnya. Cuitannya yang sekedar kritik malah berujung pelaporan.
Jokowi berkata silahkan kritik, namun kritik jadi sesuatu yang salah ketika ada manusia-manusia yang kelebihan energi buat melaporkan kritik yang menyasar tuannya.
Percuma berkamuflase siap menerima kritikan, tanpa ada perbaikan UU ITE yang menjadi UU dengan pasal karet menjerat netizen sosmed. Keberadaan oknum-oknum yang telah disiapkan untuk melapor adalah bukti tidak adanya keamanan untuk berpendapat atas sebuah permasalahan.
Saya pikir pemerintah bersama institusinya bisa menilai mana kritik yang bersumber pada tema utama tanpa ada caci dan maki. Dan mana kritik yang hanya memainkan kata bully dan juga hujatan.
Jika sebuah kritik dengan pertanyaan dan butuh jawaban untuk menerangkan, mengapa harus dilawan dengan pelaporan?
Buzzer bukan hanya mendengung, tapi sudah bermetafosis menjadi oknum pelapor dan terkadang menjadi oknum pengirim bunga.
(SB)
Buzzer rezim ada yg tugasnya maki-maki. Ada juga yg tugasnya lapor polisi.
— Christ Wamea (@PutraWadapi) February 11, 2021
Baru beberapa hari minta kritik. Ajaib! https://t.co/RdJHOp77kw
— Azzam Mujahid Izzulhaq (@AzzamIzzulhaq) February 11, 2021
Innalillahi Wainnailaihi Rojiun
— novel baswedan (@nazaqistsha) February 8, 2021
Ustadz Maaher meninggal di rutan Polri. Pdhl kasusnya penghinaan, ditahan, lalu sakit. Org sakit, kenapa dipaksakan ditahan?
Aparat jgn keterlaluanlah..
Apalagi dgn Ustadz. Ini bukan sepele lho..https://t.co/VkCUeV5pTf