[Liputan Koran TEMPO, Jumat 08/01/2021]
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tengah merampungkan laporan hasil investigasi terhadap insiden penembakan enam pengawal Muhammad Rizieq Syihab, pendiri Front Pembela Islam (FPI). Komnas HAM berencana mengumumkan hasil investigasi itu pada pekan depan.
Anggota Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, mengatakan lembaganya sudah merekonstruksi peristiwa tersebut. Lembaganya juga menganalisis dugaan tembak-menembak antara anggota FPI dan polisi serta penembakan terhadap empat anggota FPI ketika sudah berada di dalam mobil Xenia milik polisi. Ia mengatakan rekonstruksi dan hasil analisis itu mengacu pada sejumlah bukti yang dimiliki Komnas HAM. Bukti ini dikuatkan dengan keterangan saksi.
“Upaya kami merekonstruksi serta menganalisis penembakan ini tidak hanya berdasarkan satu bukti,” kata Beka, kemarin (Kamis, 7/1/2021). Namun Beka enggan menyebutkan bukti-bukti yang dimiliki lembaganya.
Pada pertengahan Desember lalu, Komnas HAM mengumumkan barang bukti yang ditemukan lembaganya di sekitar lokasi kejadian di Jalan Internasional Karawang Barat, Karawang, Jawa Barat. Barang bukti itu seperti proyektil dan selongsong peluru serta serpihan kaca mobil. Komnas HAM juga mengumpulkan hasil tangkapan kamera pengintai atau CCTV di sekitar lokasi kejadian serta dari PT Jasa Marga, pengelola jalan tol. Lembaga ini pun meminta bantuan ahli untuk melakukan pemeriksaan forensik dan uji balistik terhadap barang bukti tersebut.
Bukti lain yang dimiliki Komnas HAM adalah pesan suara atau voice note di antara sesama anggota FPI yang ikut mengawal rombongan Rizieq. Pesan suara yang salinannya juga diperoleh Tempo itu di antaranya berisi percakapan saat peristiwa serangan balik anggota FPI yang berada di dalam mobil Chevrolet Spin. Mereka menembak ke arah mobil polisi.
Komnas HAM kemudian mengumumkan hasil uji balistik proyektil dan selongsong peluru tersebut pada akhir Desember lalu. Tiga orang yang mengetahui hasil uji balistik ini mengatakan temuan enam proyektil dan empat selongsong peluru itu disimpulkan identik dengan keenam senjata api yang diamankan oleh Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya. Dari enam pistol itu, empat milik polisi dan dua diklaim oleh polisi milik anggota FPI.
Hasil uji balistik ini menguatkan adanya baku tembak antara anggota FPI dan polisi sebelum Kilometer 50, jalan tol Jakarta-Cikampek. Baku tembak itu diduga terjadi beberapa kilometer setelah jalan tol Karawang Timur, setelah bundaran Swiss-Belinn Karawang, dan sekitar bundaran Hotel Novotel hingga ke gerbang tol Karawang Barat. “Tapi tidak ketahuan siapa menembak siapa,” kata sumber Tempo yang ikut hadir saat Komnas HAM mengumumkan hasil uji balistik tersebut.
Sebelum tembak-menembak itu, polisi lebih dulu menguntit rombongan Rizieq yang menggunakan delapan mobil, dari perumahan The Nature Mutiara Sentul, Bogor, Jawa Barat. Lalu rombongan Rizieq menuju jalan tol Jagorawi yang mengarah ke Jakarta. Mereka kemudian memutar balik hingga ke luar gerbang tol Karawang Timur. Enam mobil berisi rombongan Rizieq bisa menjauh, sedangkan dua mobil berisi pengawal Rizieq menghalau mobil penguntit. Kedua mobil itu adalah Chevrolet Spin dan Toyota Avanza. Mobil Chevrolet yang berisi enam anggota FPI terhenti di sekitar Kilometer 50, sedangkan mobil Avanza berhasil lolos dan berhenti di KM 57.
Sumber Tempo itu menceritakan, dalam proses uji balistik tersebut, ahli sempat mencoba senjata api yang menjadi barang bukti polisi. Pistol itu dicoba ditembakkan. Sisa dari proyektil dan selongsong peluru yang dimuntahkan pistol-pistol tersebut, kemudian dicocokkan dengan barang bukti temuan Komnas HAM. “Ternyata ada beberapa yang identik,” katanya.
Sumber lain yang ikut pengumuman uji balistik ini mengatakan polisi juga sempat meminta barang bukti proyektil dan selongsong peluru temuan Komnas HAM. Polisi menyampaikan permintaan tersebut saat Komnas HAM hendak menguji barang bukti itu di Pusat Laboratorium Forensik Kepolisian RI. Namun, kata dia, Komnas HAM menolak permintaan itu karena barang bukti tersebut merupakan hasil temuan mereka yang akan digunakan untuk menguatkan investigasinya. Akhirnya, uji balistik dapat dilakukan setelah Komisi Nasional menjanjikan bahwa polisi bisa mengakses hasil pengujian tersebut. "Itu menjadi jalan tengah Komnas HAM," kata sumber ini.
Menurut sumber tersebut, berbagai bukti yang dimiliki Komnas HAM saling menguatkan dengan keterangan puluhan saksi. Saksi-saksi berasal dari FPI, polisi, dan masyarakat di sekitar lokasi peristiwa.
Beka Ulung Hapsara enggan mengomentari berbagai informasi itu dengan alasan laporan hasil investigasi lembaganya belum rampung. Ia hanya memastikan bahwa polisi sangat kooperatif selama penyelidikan insiden tersebut. "Polisi sudah cukup kooperatif terhadap penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM," ujar Beka.
Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri, Brigadir Jenderal Andi Rian, membantah lembaganya meminta proyektil dan selongsong peluru temuan Komnas HAM. "Tidak ada," katanya.
Andi enggan mengomentari temuan Komnas HAM. Namun ia membenarkan adanya baku tembak antara anggota FPI dan polisi sesuai dengan rekonstruksi lembaganya di tempat kejadian perkara. Berdasarkan rekonstruksi itu, adu tembak antara anggota FPI dan polisi terjadi di bundaran Jalan Internasional Karawang Barat, dekat Hotel Novotel. "Sudah dilakukan uji swab sisa mesiu untuk menentukan apakah betul mereka menggunakan senjata api atau tidak. Faktanya memang ditemukan," kata Andi.
Sekretaris Umum FPI, Munarman, mengklaim keterangan polisi seputar pemilikan senjata api oleh pengawal Rizieq Syihab tidak konsisten. Ia mengatakan saat konferensi pers pada awal Desember lalu, polisi memamerkan dua senjata api yang terlihat seperti barang pabrikan. Tapi dalam laporan lainnya, polisi mengklaim senjata yang digunakan pengawal Rizieq adalah rakitan. "Mari buktikan senjata apa dulu yang dituduhkan,” katanya. “Kan, enam orang syuhada tersebut tidak bisa membela diri karena sudah dibunuh."
(Koran TEMPO)