[PORTAL-ISLAM.ID] Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Menteri Sosial Tri Rismaharini alias Risma meningkatkan akurasi data penerima bansos.
Data yang dimaksud meliputi kualitas penerima bantuan, transparansi, maupun pemutakhiran.
Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati mengatakan, pihaknya terus memantau penyelenggaraan bantuan sosial penanganan Covid-19 pada 2021.
KPK bakal segera berkoordinasi kembali dengan Kementerian Sosial (Kemsos) terkait penyaluran bansos yang skemanya sudah diubah, dari sembako menjadi bantuan langsung tunai yang disalurkan melalui PT Pos Indonesia.
"KPK berharap perbaikan dalam skema penyelenggaraan bansos akan meningkatkan efektivitas penyaluran yang lebih tepat sasaran dan tepat guna, serta menutup potensi terjadinya fraud (penipuan, kecurangan, penggelapan) yang dapat mengarah pada tindak pidana korupsi," kata Ipi dalam keterangan yang diterima, Selasa (5/1/2021).
KPK mengingatkan Kemensos masih terdapat sejumlah persoalan dalam penyelenggaraan bansos.
"Terkait pengelolaan data di Kemsos, pada akhir 2020, KPK telah menyampaikan hasil kajian tentang pengelolaan bansos dan telah memberikan rekomendasi perbaikan," kata Ipi.
Terkait kualitas data penerima bantuan misalnya, KPK menemukan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) tidak cocok dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan tidak diperbaharui sesuai data kependudukan.
Hasil pencocokan DTKS dengan data NIK pada Ditjen Dukcapil pada Juni 2020 masih ada sekitar 16 juta yang tidak terhubung.
Tak hanya itu, KPK juga menemukan data penerima bantuan regular seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) dan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK) tidak merujuk pada DTKS.
"Hal ini disebabkan oleh proses pengumpulan data yang tidak didisain berbasis NIK sejak awal," kata Ipi.
Dia menambahkan, KPK juga menemukan tumpang tindih penerima bansos. Berdasarkan pencocokan yang dilakukan di internal Kemensos, masih ditemukan data ganda pada penerima bantuan sembako atau BPNT.
"Demikian juga berdasarkan pengelolaan data bansos di beberapa daerah, KPK menemukan masih terdapat penerima bansos regular yang juga menerima bantuan terkait Covid-19 seperti bantuan sosial tunai dan BLT dana desa," papar Ipi.
Untuk memperbaiki kualitas data penerima bantuan ini, KPK mendorong kecocokan NIK dan DTKS sebagai persyaratan penyaluran bansos.
KPK juga merekomendasikan Bu Risma dan jajarannya memperbaiki akurasi DTKS, melakukan perbaikan tata kelola data, termasuk mengintegrasikan seluruh data penerima bansos di masa pandemi dalam satu basis data.
"Dalam upaya perbaikan sistem administrasi dalam penyelenggaraan bansos, tahun ini KPK juga akan melanjutkan kajian terkait bansos," tutup Ipi.
Korupsi Bansos
Seperti diketahui, pada 6 Desember 2020 lalu, Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara sebagai tersangka korupsi bantuan sosial (Bansos) Corona.
Juliari yang merupakan Wakil Bendahara Umum PDIP itu dilaporkan menerima suap sebesar Rp 17 miliar dari penunjukan rekanan pengadaan sembako Bansos sembako untuk warga Jabodetabek. Bansos itu sendiri nilainya Rp 600.000 per bulan, yang dibagikan dalam dua paket senilai Rp 300.000 per dua minggu.
Setelah jadi tersangka kasus korupsi Bansos, Juliari Batubara kemudian digantikan oleh Tri Rismaharini alias Risma yang juga dari partai yang sama PDIP.[]