Keistimewaan Penduduk dan Kota Madinah
Peristiwa sejarah terpenting di Kota Yatsrib terjadi pada Tahun 622 M, yaitu ketika penduduk kota itu menerima kehadiran Nabi Muhammad SAW yang hijrah dari kota Mekkah. Sejak saat itu, nama Yatsrib diganti oleh Nabi SAW menjadi al-Madinah al-Munawwarah (Kota Yang Bercahaya). Kemudian beliau memohon kepada Allah ketentraman dan keberkahan atas kota tersebut.
Penduduk Madinah terkenal ramah, berperangai halus, dan berakhlak mulia. Sejak kedatangan Islam ke kota itu, hubungan sosial masyarakat terjalin dengan baik berdasarkan tuntunan Islam. Corak kehidupan mereka pun jauh dari nuansa keras, berbeda dengan model kehidupan suku-suku Arab di sekitarnya.
Keramahan masyarakat Madinah dikenal di seantero dunia Islam. Inilah salah satu keistimewaan yang dikaruniakan Allah kepada mereka, di samping sejumlah keistimewaan kota Madinah sendiri. Hati penduduk Madinah dibuka oleh Allah SWT untuk segera mendekap dan memeluk risalah Nabi SAW ketika mendengar keagungan Islam. Bahkan, itu semua dilakukan dengan pengorbanan darah, pikiran, harta, dan tenaga.
Mengapa penduduk Madinah punya karakter terbuka, sementara orang-orang Makkah kaku dan keras hati?
Muhammad Musthofa Mujahid punya penjelasan tentang hal ini. Dalam bukunya Abqariyatu ar-Rasul fi Iktisab al-'Uqul (Rasulullah Sang Jenius), ia mengungkapkan bahwa faktor utama pembentuk karakter penduduk Madinah adalah pekerjaan mereka, yaitu bertani.
Masyarakat petani terbiasa hidup dalam suasana tolong-menolong, baik dalam tingkat keluarga ataupun masyarakat. Kegiatan pertanian menuntut kerjasama antarindividu, terutama pada musim tanam dan panen.
Pada masa penantian panen pun, menurut Mujahid, mereka mempunyai aktivitas lain, seperti menjaga tanaman, memerah susu, atau bersosialisasi dengan sesama petani. Kondisi seperti ini membentuk karakter masyarakat Madinah yang terbuka, baik untuk berdialog ataupun kerja sama.
Keadaan sebaliknya terjadi pada masyarakat Makkah yang umumnya berprofesi sebagai pedagang. Cara berpikir pedagang lebih bersifat transaksional. Berpedoman pada hukum untung dan rugi. Oleh karena itu, mereka sulit diajak berdialog.
Orang sehebat Umar bin Khaththab pun terheran dengan keluwesan penduduk Madinah. Namun ia segera menyadari bahwa watak mereka terbentuk karena pola kerja keseharian yang digeluti.
Rasulullah SAW bersabda tentang Kota Madinah:
"Ingatlah! Madinah tak ubahnya seperti ubupan api tukang besi yang menyingkirkan hal-hal buruk. Kiamat takkan terjadi sampai Madinah menyingkirkan orang-orang jahat di dalamnya sebagaimana ubupan api menyingkirkan kotoran besi." (HR Muslim)