Hitam-Putih Kematian Pengawal Rizieq
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia akhirnya membeberkan penyebab tewasnya enam anggota Front Pembela Islam (FPI). Dua orang tewas dalam baku tembak dengan polisi yang menguntit rombongan Muhammad Rizieq Syihab. Sedangkan empat orang lainnya tewas ditembak setelah ditangkap hidup-hidup oleh aparat. Komnas HAM meminta dugaan pembunuhan di luar hukum (unlawful killing) itu dibawa ke ranah pidana.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mempercepat pengumuman hasil investigasi peristiwa penembakan enam anggota Front Pembela Islam (FPI) pada 7 Desember lalu. Semula lembaga ini menjanjikan merilis temuan tersebut pada pekan depan. Tapi Komnas HAM mengumumkannya kemarin, Jumat (8/1/2021).
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, mengatakan ia bersama kawan-kawan koalisi masyarakat sipil ikut mendesak Komnas HAM segera membeberkan hasil investigasi itu. Desakan itu disampaikan ketika Komnas HAM mengundang Julius dan koalisi masyarakat sipil, beberapa hari sebelumnya.
“Karena Komnas HAM meminta pandangan. Ya, kami kejar dan menagihnya,” kata Julius.
Di luar keterangan Julius, sumber Tempo menceritakan bahwa Komnas HAM mempercepat pengumuman hasil investigasi karena sejumlah pertimbangan. Salah satunya karena beberapa anggota Komnas HAM menerima ancaman, baik lewat telepon maupun lewat orang lain.
Ancaman itu memaksa tim investigasi menginap di kantor Komnas HAM, di Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, hingga investigasi tersebut tuntas.
Kemarin sore, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik akhirnya mengumumkan hasil investigasi. Ia ditemani dua komisioner yang menjadi anggota tim investigasi, yaitu Muhammad Choirul Anam dan Beka Ulung Hapsara.
Hasil investigasi itu menyebutkan empat anggota FPI yang tewas tertembak setelah Kilometer 50 jalan tol Jakarta-Cikampek merupakan bentuk pembunuhan di luar hukum atau unlawful killing. Kesimpulan itu diperoleh karena polisi menembak mereka tanpa lebih dulu berupaya menghindari bertambahnya korban.
“Penembakan sekaligus dalam satu waktu tanpa ada upaya lain yang dilakukan untuk menghindari semakin banyaknya jatuh korban jiwa mengindikasikan adanya unlawful killing terhadap keempat anggota FPI,” kata ketua tim investigasi Komnas HAM, Muhammad Choirul Anam, kemarin.
Anam mengatakan empat orang itu tewas tertembak di dalam mobil Daihatsu Xenia milik polisi setelah tertangkap di sekitar rest area KM 50.
Kesimpulan itu ia peroleh setelah lembaganya melihat kronologi peristiwa secara utuh. Kronologi ini berawal ketika pendiri FPI, Muhammad Rizieq Syihab, meninggalkan perumahan The Nature Mutiara Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuju Karawang pada 6 Desember malam lalu. Rombongan Rizieq itu terdiri atas delapan mobil. Satu mobil pengawal di depan dan dua mobil pengawal lainnya berada di urutan belakang. Iring-iringan ini melewati rute jalan tol Jakarta-Cikampek, lalu keluar tol Karawang Timur.
Sejak keluar dari perumahan, polisi sudah membuntuti rombongan Rizieq. Tim dari Direktorat Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Metro Jaya mengendarai empat mobil. Setelah melintas di jalan tol Karawang Timur, enam mobil rombongan Rizieq berhasil menjauh. Dua mobil sisanya, yakni Toyota Avanza dan Chevrolet Spin, berusaha menghalau para penguntit. Enam anggota FPI berada di masing-masing mobil.
Anam mengatakan ketegangan meningkat ketika mereka berusaha menghalau para penguntit. Kedua mobil FPI itu saling salip dan serempet dengan mobil polisi. Setelah melintasi bundaran Swis-Belinn Karawang, polisi dan anggota FPI tembak-menembak.
Ketegangan berlanjut saat masuk jalan tol Karawang Barat menuju Bandung. Insiden itu diduga menyebabkan dua anggota FPI yang mengendarai Chevrolet Spin tewas tertembak.
Laju Chevrolet Spin itu terhenti di sekitar KM 50. Polisi lalu menangkap empat anggota FPI yang masih hidup. Anam mengatakan keempatnya sempat diminta jongkok dan tiarap di atas tanah. Lalu polisi memindahkan keempatnya ke mobil Xenia tanpa diborgol. Tiga polisi ikut menjaga mereka di dalam mobil.
“Empat orang masih hidup dalam penguasaan petugas resmi negara, yang kemudian ditemukan tewas," kata dia. "Peristiwa tersebut merupakan bentuk pelanggaran HAM."
Anam mengaku Komnas HAM kesulitan mengkonfirmasi peristiwa tersebut karena hanya memperoleh keterangan dari kepolisian. Kepada Komnas HAM, polisi beralasan menembak empat laskar FPI itu karena melawan petugas. “Yang disampaikan polisi ke kami, ada dua orang eksekutornya,” kata Anam. Menurut Anam, insiden ini tidak perlu terjadi bila polisi memborgol empat laskar FPI saat dipindahkan ke dalam mobil Xenia.
Sekretaris Jenderal PBHI Julius Ibrani menambahkan bahwa munculnya kesimpulan pembunuhan di luar hukum itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Ia mengatakan polisi diduga lalai menjalankan prosedur saat menangkap empat anggota FPI, sehingga berujung pembunuhan. Misalnya, kata dia, polisi tidak memborgol mereka dan tak menunggu mobil tahanan untuk mengangkutnya.
“Ini prosedur yang diduga tidak dijalankan,” ujar Julius. “Di sinilah unlawful killing muncul.”
Julius mengatakan ada logika lain yang bisa mementahkan alibi polisi yang selama ini berdalih membela diri sehingga menembak empat laskar FPI itu. Menurut dia, keempat anggota FPI itu tidak akan bisa menyerang bila polisi menjalankan prosedur penangkapan.
Saat ditanyai ihwal temuan Komnas HAM itu, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Yusri Yunus, tidak bersedia mengomentari hasil investigasi tersebut. “Tanyakan ke Pak Kadiv Humas Polri,” kata Yusri.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono, mengatakan polisi akan merespons temuan Komnas HAM dengan membentuk tim khusus. Tim ini terdiri atas Badan Reserse Kriminal, Divisi Hukum, serta Divisi Profesi dan Pengamanan Polri.
“Tim ini akan menindaklanjuti temuan Komnas HAM secara profesional dan terbuka kepada masyarakat,” kata Argo.
(Selengkapnya di Koran TEMPO edisi Sabtu 9-1-2021)