Analisa kontributor TRT World Ahmed Ghoneim:
Rekonsiliasi Saudi-Qatar ini sebenarnya adalah Kemenangan bagi Qatar-Turki akibat Perubahaan Situasi Politik di Amerika:
Point yang dapat kita petik adalah sampai dengan terjadinya Rekonsliasi saat ini, Qatar tidak tunduk kepada ancaman 13 permintaan Saudi-UEA CS saat diboikot, yaitu :
1. Menutup Kantor Berita Al Jazeera
2. Segera Menutup Pangkalan Turki di Qatar
3. Menurunkan Hubungan Diplomatik dengan Iran (sebagai tetangga Qatar)
4. Memutuskan hubungan dengan semua "organisasi ideologis", khususnya Ikhwanul Muslimin
5. Menyerahkan Tokoh buronan dari Arab Saudi, UEA, Mesir dan Bahrain ke negara asalnya
6. Akhiri campur tangan di negara-negara Arab
7. Membayar ganti rugi dan kompensasi atas kerugian finansial lainnya kepada Saudi-UEA CS yang disebabkan oleh kebijakan Qatar dalam beberapa tahun terakhir
8. Wajib Menyelaraskan kebijakan militer, politik, sosial dan ekonomi Qatar dengan negara-negara Teluk dan Arab lainnya, serta masalah ekonomi, sesuai dengan kesepakatan 2014 yang dicapai dengan Arab Saudi.
9. Akhiri kontak dengan oposisi politik di Arab Saudi, UEA, Mesir dan Bahrain.
10. Serahkan file yang merinci kontak sebelumnya dengan Qatar dan dukungan untuk kelompok oposisi, dan kirimkan detail informasi pribadi mereka dan dukungan yang telah diberikan Qatar kepada mereka.
11. Tutup semua outlet berita yang didanai langsung dan tidak langsung oleh Qatar, termasuk Arabi21, Rassd, Al Araby Al Jadeed, Mekameleen dan Middle East Eye, dll.
12. Mengancam Setujui semua tuntutan dalam 10 hari sejak daftar diserahkan ke Qatar, atau daftar tersebut menjadi tidak valid.
13. Menyetujui pemeriksaan kepatuhan bulanan pada tahun pertama setelah menyetujui tuntutan, diikuti dengan pemeriksaan triwulanan pada tahun kedua, dan audit tahunan dalam 10 tahun berikutnya.
Lalu apakah Qatar mengalah pada tuntutan yang sebenarnya lebih pas dikatakan ancaman para negara Arab CS tersebut dan menyetujui ancaman mereka? Nyatanya Tidak....Bahkan dengan ancaman 4 negara besar Arab (seperti kasus Nabi Daud dan Jaluth/Goliath) serta Pandemi yang menyerang ekonomi dunia ternyata Qatar tidak mengalah terhadap tekanan apapun.
Mediasi rekonsiliasi ditangani terutama oleh Kuwait yang tidak ikutan memboikot Qatar. Pemboikotan Qatar dimulai saat Presiden AS Donald Trump berkunjung ke Riyadh Ibukota Saudi (di Nejd) pada tahun 2017. Dan Pemboikotan diakhiri diujung Pemerintahan Donald Trump di tahun 2020. Trump memberi kekuasaan tak terbatas pada para pangeran Arab andalannya MBS dan MBZ serta AS Sisi di Mesir.
Dengan akan masuknya Joe Biden ke Gedung Putih sebagai Presiden AS maka Realitas baru datang.
Baca Janji Kampanye Joe Biden yang kemungkinan akan Merubah jalannya Politik negara Arab Timur Tengah:
Pertama, Biden akan memastikan kebijakan solusi dua negara Palestina dapat dilanjutkan. Artinya, Israel harus tunduk pada kesepakatan dan konvensi internasional terkait penghentian pemukiman ilegal di Tepi Barat dan agresi terhadap Jalur Gaza. Dalam konteks ini, narasi politik kubu fundamentalisme kanan Israel tidak bisa bernapas leluasa, karena kebijakan pemukiman ilegal di Tepi Barat akan ditentang oleh AS.
Sebaliknya, Mahmud Abbas menyambut baik kemenangan Biden dan tidak sabar menanti kembalinya perundingan secara terbuka dengan melibatkan negara-negara Eropa untuk memastikan solusi dua negara bisa diimplementasikan dalam kebijakan yang menguntungkan kedua belah pihak.
Kedua, Biden akan menggarisbawahi pentingnya hak asasi manusia (HAM). Dalam konteks ini, negara-negara yang selama ini mencampakkan HAM, seperti Arab Saudi dan Mesir akan menghadapi tantangan dan tekanan yang sangat serius. Kasus kematian Jamal Khashoggi yang diduga kuat melibatkan Muhammad bin Salman (MBS) dan pelanggaran HAM di Mesir akan menjadi agenda serius di masa mendatang. Tidak menutup kemungkinan MBS akan dipaksa untuk bertanggungjawab atas kematian jurnalis yang mempunyai kewarganegaraan ganda itu.
Ketiga, Biden akan melanjutkan perundingan nuklir dengan Iran, sebagaimana telah digariskan jejaknya oleh Presiden Barack Obama. Biden tidak mau dikadali oleh Arab Saudi yang terus menghembuskan racun sektarianisme dan konflik di Timur-Tengah menurut mereka.
Kembali pada analisa Ahmed Ghoneim perimbangan kebijakan Joe Biden ini tidak memihak kepentingan Saudi sama sekali.
Namun dengan pemulihan pemboikotan negara Arab terhadap Qatar tidak semua yang senang. UEA (Uni Emirat Arab) sebagai penggesek biola bagi sekutunya dan menjelma sebagai pemain kunci yang menyebabkan konflik di Yaman dan Libya serta ujung tombak pemulihan hubungan negara Arab dengan israel tentu tidak akan senang.
Perkembangan terbaru telah kembali menyeimbangkan masalah regional.
Namun tetap ada pertanyaan yang mengganjal apakah Rekonsiliasi negara Arab akan mulus dan bertahan lama? Apakah MBS (Muhammad Bin Salman) akan menjadi Pion andalan Joe Biden seperti Trump? dan Apakah UEA akan mengalah dan duduk manis dibelakang kemudi sekarang?
(Sumber: TRTWorld, Al Jazeera)