Reuni 212 Tahun Lalu & Peniadaan Reuni Tahun ini
Reuni 212 tahun lalu, Saya bersama beberapa kawan dari PA 212 Malang dan rombongan Jawa Timur lainnya, sengaja lewat belakang. Beberapa laskar memandu kami hingga sampai ke bibir panggung.
Sepanjang perjalanan kami dari penginapan, Hotel Sari Pasific, saya mendapati berjuta manusia dengan beragam pembawaan. Berbeda-beda asal daerah dan juga etnik.
Profesi dan status sosial mereka pun tak sama. Ummat Islam dengan berupa-rupa manhaj bersatu padu. Pun terselip di antara mereka penganut agama lain. Aman!
Itulah lukisan Indonesia yang sesungguhnya. Tak akan bisa kita saksikan pada bingkai apapun selain 212.
Mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia. Ngongkos sendiri, akomodasi dan logistik mereka tanggung sendiri.
Wajah-wajah smart. Saling berbalas senyum dan salam. Orang-orang kaya yang tidak sombong. Tapi semangat mereka baja!
Orang-orang miskin yang tidak mengemis. Tapi mereka menjaga harga diri, di tengah perilaku elit yang suka menggadaikan sumber daya negeri dengan harga murah.
Ada perempuan tua berkursi roda. Cucunya yang mendorong. Saya tanya dari mana, “Banjar, Mas!” jawabnya.
Tampak juga rombongan para pesohor: Evie Tamala, Elvy Sukaesih dll. Banyak yang berebut minta foto, saya bagian pantau aja. 🙂
Dua orang peserta Reuni dari Balikpapan, datang ke Monas menaiki sepeda. Gowes selama 14 hari. Energi yang tak miliki sembarang orang!
Subuh belum menjelang, tapi mereka sudah menyemut. Apakah gerangan yang menggerakkan mereka?
Dalam kerumunan syahdu itu, saya membisiki hati, “Ya Allah, jaga Indonesia kami. Menangkan kebaikan atas kemungkaran. Orang-orang yang ingin merampok Indonesia, enyahkanlah!”
Reuni Tahun Ini
Tahun ini, demi menjaga kondusifitas, reuni 212 ditiadakan. Pun, terkait penghindaran terhadap potensi penularan Covid-19.
Imam Besar Habibana Muhammad Rizieq Syihab telah memberikan instruksi, “Tidak ada reuni tahun ini.” Kami sam'an wa tha'atan.
Tapi ada beberapa acara yang tidak bisa dihindarkan dan tak bisa ditunda, terpaksa menyebabkan orang membanjiri keberadaan HRS. Akhirnya beliau kembali dikriminalisasi. Berbagai panggilan dan intimidasi telah dilancarkan. Ummat pun bersiaga!
Bahwa memang ada peraturan yang dilanggar karena menciptakan kerumunan. Karantina kesehatan atau apalah namanya terkait Corona dan lain sebagainya.
Tapi berbagai kejadian serupa terjadi hampir di seluruh jengkal NKRI. Di Malang ada majelis Maulid pada Rabiul Awwal di musim Corona ini, tetap bersafari Maulid selama 40 malam berturut-turut dengan dihadiri ribuan manusia.
Acara haul dan pernikahan banyak dilakukan dimana-mana selama musim Corona ini. Namun tak ada reaksi lebay dari Pemerintah atau orang-orang yang konon peduli pada kesehatan warga.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya bukan protokol kesehatan terkait Covid-19 itu yang mereka persoalkan.
Bukan kerumunan yang mereka pidanakan. Bukan pula acara atau kegiatannya yang mereka permasalahkan. Tapi lebih karena keterlibatan HRS di dalamnya yang mereka bidik.
Tapi mereka rupanya tidak sadar, bahwa mengkuyo-kuyo Habib Rizieq itu justru akan membuat perlawanan ummat semakin mengkristal.
Akhirnya bukan kondusifitas yang tercapai. Bukan Covid-19 yang tertangani. Tapi keributan tak berujung yang akan terjadi.
Padahal kalau Pemerintah mau, dari sejak awal kedatangan Habibana Rizieq ke Tanah Air, beliau telah membuka diri untuk berdialog dan melakukan rekonsiliasi.
Tapi rupanya bukan telinga yang tuli, bukan mata yang tak bisa melihat. Melainkan maksud-maksud jahat yang kepentingannya terganggu, sehingga seruan rekonsiliasi itu tak mendapat sambutan.
Maka, saya yakin bahwa ada anak-anak nakal yang sedang melakukan permainan berbahaya di taman-taman negeri kita. Siapa mereka?
Malang, 2 Desember 2020
(Ustadz Abrar Rifai)