Misteri 'Baku Tembak KM 50'
Penguntitan rombongan Riziq Syihab oleh polisi berujung penembakan yang menewaskan enam anggota FPI.
- Penembakan yang menewaskan enam anggota FPI berawal dari penguntitan polisi yang memantau Rizieq Syihab.
- Polisi mengklaim membela diri akibat tembakan pistol dari pengawal Rizieq. .
- FPI menyatakan tidak memiliki senjata tajam dan senjata api.
JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mulai menyelidiki dugaan adanya pelanggaran hak asasi manusia dalam insiden di jalan tol Cikampek. Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, tadi malam mendatangi kediaman Rizieq Syihab yang sekaligus menjadi markas Front Pembela Islam (FPI). “Untuk memperdalam informasi yang beredar di publik,” kata dia, tadi malam.
Kemarin dinihari, petugas Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya menewaskan enam pengawal Rizieq karena dianggap menghalangi penguntitan mereka. Petugas memantau pemimpin FPI itu karena dua kali tidak memenuhi panggilan pemeriksaan kasus dugaan pelanggaran protokol kesehatan.
Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran juga mengatakan penembakan di sekitar kilometer 50, dekat Karawang, Jawa Barat, itu merupakan pembelaan diri. Dia menyebutkan sepuluh pengawal itu hendak menyerang petugas dengan senjata tajam dan senjata api.
Sekretaris Umum FPI Munarman menyebut upaya penyerangan itu sebagai fitnah. Menurut dia, anggota FPI tidak diperbolehkan menggunakan senjata tajam, senjata api, dan bahan peledak. Dia menampik informasi soal baku tembak. Dia meyakini enam rekannya itu ditangkap dan dieksekusi di tempat lain karena tidak ada bekas penembakan di sekitar lokasi. “Dalam bahasa hak asasi manusia disebut extra judicial killing,” kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia 2002-2006 itu.
Insiden ini berawal dari perpindahan Rizieq. Menurut beberapa sumber di kepolisian, Rizieq “gerah” karena tempat tinggalnya di Megamendung, Kabupaten Bogor, telah diawasi berhari-hari. Munarman menyatakan pemimpin lembaganya itu bergeser ke Sentul pada Jumat lalu. Namun pergerakannya tetap dipantau petugas.
Ahad malam lalu, menjelang pemanggilan polisi pada Senin pagi, Rizieq meninggalkan Sentul. Merahasiakan tujuannya, Munarman menyebutkan kepergian itu untuk menghadiri pengajian keluarga inti. Menumpangi empat mobil, Rizieq membawa serta istri, anak, menantu dan cucunya. Iring-iringan mereka dikawal sekelompok laskar dengan empat mobil.
Sumber Tempo mengatakan kepergian mendadak itu membuat petugas panik. Mereka, sumber melanjutkan, semakin resah saat rombongan masuk jalan tol, dari Jagorawi berlanjut ke Cikampek.
Seorang perwira kepolisian berpengalaman mengatakan penguntitan di jalan tol termasuk misi paling susah. Sebab, sasaran bisa memacu kecepatan. Ia menduga tidak ada perwira yang memimpin operasi pembuntutan rombongan Rizieq.
Mengarah ke Cikampek, di kilometer 47 terjadi saling pepet antara dua mobil pengawal dan petugas. FPI menuding polisi yang mencoba menghentikan laju mereka, demikian pula sebaliknya. Satu mobil FPI berhenti setelah bannya ditembak polisi. Fadil Imran menyatakan pengawal Rizieq yang lebih dulu menyerang polisi dengan tembakan dari revolver Colt, sehingga petugas membalas dengan tembakan yang menewaskan enam orang. Empat lainnya melarikan diri.
Sumber itu menganggap reaksi petugas tersebut keliru. Menurut dia, tindakan itu tidak sesuai dengan prosedur. “Wewenang mereka hanya membuntuti, tidak untuk mengambil tindakan. Apalagi HRS baru dipanggil untuk dimintai keterangan, belum tersangka,” ujarnya. “Petugas itu menyalahi standar operasi.”
Informasi lain menyebutkan, pada Senin pagi, para petugas itu langsung diperiksa di lingkup internal kepolisian. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Tubagus Ade Hidayat, mengakui petugas sedang menguntit iring-iringan Rizieq sebelum penembakan terjadi. Mobil pengawal juga sempat mengecoh petugas sehingga menjauh dari target.
Komisioner Choirul Anam mengatakan penggalian keterangan di Petamburan akan dilanjutkan dengan kesaksian kepolisian. “Kami berharap semua pihak mau bekerja sama dan terbuka,” ujarnya.
Sumber: TEMPO