Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menelusuri dugaan pelanggaran penggunaan kekuatan sejumlah personel kepolisian saat mengintai para pengawal pentolan Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Syihab.
Menurut Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, kepentingan polisi mengintai rombongan mobil para pengawal Rizieq masih menjadi pertanyaan lembaganya.
"Itu yang masih pendalaman. Artinya, kami belum sampai pada kesimpulan soal prosedur standar atau SOP surveillance (pengintaian) seperti apa dan tindakan tegas terukur itu seperti apa," tutur Beka kepada Tempo, kemarin.
Kepolisian sebelumnya menyatakan mengintai rombongan Rizieq Syihab. Polisi berdalih bertindak tegas dan terukur terhadap enam anggota FPI pengawal Rizieq. Polisi menyebut terpaksa menembak keenam anggota FPI itu lantaran menyerang dan terlibat baku tembak. Insiden itu terjadi di sekitar rest area KM 50 jalan tol Jakarta-Cikampek pada 7 Desember lalu.
Beka mengatakan Komnas HAM sudah memeriksa lebih dari 25 orang yang ada kaitannya dengan peristiwa ini. Menurut dia, pemeriksaan dan pembuktian untuk melihat apakah para polisi yang mengintai tersebut mengikuti prosedur atau melanggar Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. Komnas juga menelisik kegentingan seorang pengintai, sehingga perlu melepaskan tembakan.
Komnas HAM juga menelusuri informasi bahwa sejumlah anggota kepolisian berseragam telah ditugaskan lebih dulu di kawasan rehat di KM 50 jalan tol Cikampek. Namun Beka belum mengetahui tujuan para personel itu bertugas di sana. “Kami baru mendapat info, oh, iya ada polisi di area ini. Tapi apakah polisi itu bertugas memang untuk kasus ini atau tidak, itu yang harus didalami,” ujar dia.
Saksi yang didapat Tempo melaporkan ada dua polisi berseragam hitam-hitam menenteng senjata laras panjang yang sedang berjaga di tempat peristirahatan sejak Ahad petang. Saksi bahkan yakin bahwa, selain mereka, ada beberapa polisi lain berpakaian sipil yang datang silih berganti mengawasi lokasi tersebut. Namun ia tak bisa memastikan apakah kehadiran para pria misterius itu memiliki keterkaitan dengan penyergapan anggota FPI.
Meski begitu, rekan saksi sempat bertanya kepada polisi ihwal keberadaan mereka di kawasan istirahat di KM 50. "Teman saya melihat mereka ngopi. Ditanya, ada kegiatan apa? Dijawab yang baju hitam, 'Lihat saja entar. Pokoknya spesial'," ucap seorang saksi dalam wawancara dengan Tempo. Beka menyatakan informasi ini bakal didalami untuk mengetahui ada-tidaknya kaitan dengan peristiwa penembakan enam anggota FPI, termasuk memastikan maksud kalimat “pokoknya spesial” tersebut.
Kepala Divisi Humas Markas Besar Polri, Inspektur Jenderal Prabowo Argo Yuwono, belum menanggapi semua sangkaan yang ditujukan ke lembaganya. Polisi masih akan mengkonfirmasi hal ini.
Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo, menyatakan bahwa polisi bekerja obyektif tanpa menjawab ihwal keberadaan polisi berseragam di KM 50. "Kami selalu berusaha profesional, transparan, dan obyektif," ucap Listyo.
Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora, mempertanyakan kepentingan polisi menguntit dan memburu pengawal Rizieq. Menurut dia, polisi sudah menaikkan status kasus kerumunan oleh Rizieq dari penyelidikan menjadi penyidikan. "Rizieq sedang menjalani proses hukum yang sudah bukan penyelidikan lagi, tapi penyidik masih menguntit. Terus ngapain menguntit?" ujar Nelson.
Kepolisian juga dianggap tidak konsisten ihwal alibi pengintaian. Awalnya, polisi beralasan mengintai karena akan ada pengerahan massa menolak Rizieq ditetapkan sebagai tersangka. Dalih ini kemudian berganti karena polisi sedang menyelidiki sebuah kasus. Menurut Nelson, dasar hukum kepolisian menguntit anggota FPI tidak jelas.
(Sumber: Koran TEMPO)