[PORTAL-ISLAM.ID] Berdasarkan Global Benchmark complexity index tahun 2020, Indonesia menjadi negara paling ruwet.
Hal ini diungkapkan Ketua Majelis Hukum dan HAM (MHH) Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.Hum pada kegiatan Diskusi Kritis dan Telaah Uji Materi tentang Undang-undang (UU) nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Kegiatan diselenggarakan Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Surakarta, Sabtu (12/12/2020).
“Diawali dari tahun 2013, Indonesia menduduki peringkat 5 negara paling ruwet. 2014 jadi negara nomor 9. Tahun 2015, mulai ruwet lagi berada diperingkat 2. Tahun 2016 kembali membaik menjadi peringkat 6, kemudian 2017 sangat bagus menajdi peringkat 37. Tahun 2018 semakin bagus menjadi nomor 46. Tapi tiba -tiba kita terperosok ke-2 lagi. Dan ditahun 2020 Indonesia menjadi juara sebagai negara nomor 1 paling ruwet,” kata Trisno.
Keruwetan tersebut karena tumpang tindihnya aturan perudang-undangan. Karena itulah sudah selayaknya jika pakar hukum perlu melakukan telaah terhadap upaya judicial review atas UU Cipta Kerja ini. “Ini tentu saya menjadi prihatin, apalagi setelah UU cipta kerja disahkan,” ujarnya yang mengawali paparan dari perspektif hukum politik.
UU Cipta Kerja dengan pola omnibuslaw menurutnya tidak tergambarkan dalam penyusunan UU Cipta Kerja secara tepat. Dan tidak dikenal dalam UU Pembentukan Peraturan Peundang-undangan. “Kita tidak memiliki dasar yang kuat tentang bagaimana menyusun UU cipta kerja melalui pola omnibuslaw,” lanjutnya.
Ia menyebut, penyusunan RUU Cipta Kerja penuh drama layaknya kisah dalam drakor atau drama Korea.
“Salah satu drakor itu ya RUU Cipta kerja ini. Karena masa pandemi covid-19, saat penyusunan RUU cipta kerja itu tidak ada pandangan-pandangan dari ormas, kok tiba-tiba di DPR merubah tujuan awal meningkatkan investasi, menjadi pemulihan ekonomi. Kemudian muncul permohonan presiden minta dukungan dari MK, dan meminta DPR selesaikan pembahasan dalam waktu 100 hari, sudah seperti cerita jaman dulu yaitu pembuatan Candi,” tegas Trisno.
Sumber: Muhammadiyah