"Ulama Kok Kasar?"
Ada seseorang yang bertanya kepada kami, beliau orang yang baik insyaallah yang mungkin terpengaruh oleh media.
Beliau mempertanyakan kurang lebih intinya kenapa Sayyid Muhammad Rizieq Shihab (Habib Rizieq) sifatnya keras, bukankah muslim harusnya berlemah lembut?
Jawaban kami:
Perlu kita pahami beliau lahir dan tumbuh di lingkungan orang Betawi Tanah Abang. Kultur itu mempengaruhi gaya bicara yang blak-blakan, antara orang Betawi dan Jawa Tengah ini kontras sekali, antara orang Batak Tapanuli dan orang Sunda Tasikmalaya ini punya gayanya sendiri-sendiri. Anak Tanjung Priok dengan Anak Jaksel yang sama-sama di Jakarta saja beda.
Setiap manusia itu punya sifat dasar, para sahabat Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam itu punya sifat dasar masing-masing. Tidak semua pembawaannya seperti Nabi Shallallahu'alaihi wasallam. Ada yang keras bicaranya seperti Umar bin Khattab, ada yang kalem seperti Abu Bakar, ada yang pemalu seperti Utsman bin Affan, dan semuanya tidak dipaksa harus punya sifat dasar yang sama.
Akhlak yang mulia itu tidak hanya berlemah lembut, akhlak yang mulia itu terdiri dari Hikmah, Adil, Keberanian dan Iffah (menjaga kehormatan).
Berakhlak kepada sesama muslim tidak sama dengan berakhlak kepada orang kafir, perbedaannya adalah bersikap keras terhadap orang kafir dan lemah lembut terhadap sesama muslim (dalilnya QS. Al Fath ayat 29).
Baik buruk, benar dan salah ditimbang dengan syari'at, bukan selera manusia.
Mungkin diantara masyarakat yang tidak menyukai beliau karena terlalu sering melihat pemberitaan tendensius sehingga terbangun profil dalam benak masyarakat beliau itu kasar. Tapi anda tidak pernah melihat akhlak beliau kepada guru, kepada orang tua, kepada muridnya, kepada tetangganya, bahkan kepada anak bayi sekalipun beliau sangat penyayang, ada videonya di YouTube bagaimana beliau bisa bikin anak bayi yang semula nangis bisa nyaman dan berlama-lama dipangkuannya.
Apa yang anda lihat hanya kepingan sisi beliau yang di blow up media dan musuh-musuhnya, tidak melihat pribadi beliau secara utuh.
Anda perlu melihat kecintaan beliau terhadap umat Islam, pengorbanan beliau sejak muda sampai sekarang untuk memberantas kemaksiatan, banyak jasa beliau pada negeri ini dalam melawan berbagai kemungkaran dan kemaksiatan. Memang tantangan beliau itu sejak dulu dimusuhi oleh pengusaha tempat maksiat, oleh tokoh-tokoh Islam liberal, oleh aliran-aliran sesat, beliau dicap radikal dan tidak bertoleransi.
Saya bicara ini bukan sebagai jama'ah beliau, secara akidah saya Atsari so called Wahabi, dan beliau adalah Asy'ari. Saya bicara apa yang saya lihat dan apa yang saya rasakan.
Jika ada kekurangannya pada beliau ya manusiawi itu hal yang sangat biasa, semua ulama itu bisa salah, hanya Nabi Shallallahu'alaihi wasallam yang ma'shum.
Orang yang terlihat kasar tapi memiliki kecemburuan terhadap agama lebih baik dibandingkan orang yang lemah lembut tapi membawa penyimpangan agama.
Abu Jahal itu mendapatkan julukan "Abu Al Hakam" yaitu Bapak Kebijaksanaan. Beliau terkenal akan kebijaksanaan dan kecerdasannya. Tapi karena dia menolak kebenaran dia dijuluki oleh Nabi Shallallahu'alaihi wasallam sebagai Bapak Kebodohan alias Abu Jahal.
Apakah ini berarti Nabi kasar? Tentu tidak jika semua ini ditimbang dari sisi syariat.
(By Ustadz Irvan Noviandana)