SENTILAN ANIES BASWEDAN
Sedikit demi sedikit, mulai mengetahui bagaimana Anies menghadapi tekanan padanya. Dia bijak berkata, cerdas dalam memaparkan dan santai ketika disalahkan. Semuanya dihadapi dengan senyuman, tapi bukan berarti dia tidak bisa ikut memberi balasan.
2 minggu terakhir Anies menghadapi banyak tudingan. Jika diibaratkan dalam dunia tinju, pukulan jab dan upercut sudah dilayangkan. Ada yang mengena, dan ada yang bisa ia elakkan.
Dalam hitungan juri, ronde satu dan dua terlihat Anies hanya menghindar. Belum ada pukulannya yang masuk dalam hitungan. Kerap menerima pukulan, gak membuat badannya hilang keseimbangan. Sebaliknya ia sedang mempelajari karakter lawan yang dihadapi.
Karena selama ini, serangan pada Anies polanya bisa dibaca. Namun kali ini, Anies mendapatkan lawan yang serius dan dia mencoba bersabar untuk melakukan pukulan balasan.
"Ronde 1 dan 2 mempelajari teknik dan cara ambil napas lawan".
Mungkin begitu cara Anies menghadapi lawan kali ini. Ronde ketiga, disaat lawan sudah merasa diatas angin. Anies merengsek ke dalam dan melayangkan sentilan di telinga sang lawan. Hanya sentilan, tanpa memukul dan menandukkan kepala ke pelipis lawan.
Sentilan yang jitu dan tepat sasaran. Hanya lewat buku.
Lawan menjadi limbung dan kehilangan keseimbangan. Memegang tali ring, mencoba mengumpulkan kekuatan. Anies berdiri dipojokan, tidak melanjutkan serangannya walau ia mampu untuk terus menekan. Ia berdiri dan menatap dengan senyuman. Menunggu lawannya memulihkan kesadaran dan keseimbangan badannya.
Kubu pendukung lawan yang sepanjang ronde 1 dan 2 bersorak menjadi terdiam. Sebaliknya pendukung Anies menguasai lapangan. Sorak sorai menggema, tepuk tangan tiada henti menggelora.
Itulah gambaran saat Anies mampu 'menyerang' tanpa bersuara ke pemerintah. Hanya upload sebuah foto biasa. Mengucapkan selamat pagi tanpa perlu menjelaskan apa maksud dari foto yang ia bagikan.
Sebuah foto penampakan dirinya membaca buku, foto biasa saja. Semua orang pernah mengunggah foto dirinya sedang membaca atau memegang buku. Namun jadi berbeda saat Anies yang melakukannya dan judul buku yang dipegangnya untuk dibaca.
How Democracies Die memberikan panduan berdasarkan catatan sejarah tentang cara mempertahankan norma-norma demokrasi ketika ia berada di bawah ancaman, dan menunjukkan bahwa ancaman itu bisa dilawan.
Secara tersirat buku ini menjelaskan tentang Demokrasi bisa mati karena kudeta atau mati pelan-pelan. Kematian itu bisa tak disadari ketika terjadi selangkah demi selangkah, dengan terpilihnya pemimpin otoriter, disalahgunakannya kekuasaan pemerintah, dan penindasan total atas oposisi.
Ketiga langkah itu sedang terjadi di seluruh dunia dan kita semua mesti mengerti bagaimana cara menghentikannya.
Sebagai gubernur yang digadang-gadangkan sebagai capres 2024, Anies bisa dikategorikan sebagai tokoh politik atau politisi. Walaupun dirinya tidak mempunyai partai, namun apa yang ia lakukan bisa mengubah peta politik di negara ini.
Keberlangsungan demokrasi membutuhkan politisi yang harus menempatkan stabilitas jangka panjang di atas keuntungan jangka pendek. Selain juga siap untuk mengakui bahwa akan selalu ada konsekuensi yang harus diterima dari sebuah tindakan yang telah diputuskan.
Dan itu yang dilakukan Anies.
Ketika apa yang dilakukan Anies membawa kehebohan di pihak pemerintah dan para pendukung rezim, disitu kehebatan Anies dalam menyerang.
Dirinya tidak berkata, dirinya tidak melawan perintah dari presiden, dirinya tidak melakukan hal yang melanggar. Siapa yang mau mengatakan membaca buku adalah perbuatan melawan hukum?
Hanya sebuah buku dan judul, itu sudah membuat mereka kepanasan. Berbagai penilaian dan tudingan keluar atas penampakan foto yang Anies sebar, bahkan ada yang berkata bahwa Indonesia tidak seburuk apa yang tertera dalam judul buku tersebut.
Mereka langsung mengubah cara main, dari yang awalnya menyerang langsung bertahan total. Dari awalnya bersorak dan membusung dada, langsung berubah pucat karena sentilan melalui foto.
Apakah Anies melakukan pencitraan?
Saya pikir enggak, namun Anies menyampaikan maksud tanpa tersurat itu jelas. Anies paham banyak masyarakat yang mendukungnya dan dia mampu mengemas itu menjadi serangan balik tanpa kata. Selama ini mungkin banyak yang mengira bahwa Anies diam, tapi sebenarnya Anies sedang melawan.
Sebuah foto yang mempunyai arti jelas, dan pendukung Anies akan mengemasnya menjadi senjata yang mematikan.
Dan publiklah yang akan memberikan penilaian, apakah demokrasi kita telah mati atau menuju kematian?
Diam, tenang, namun mematikan. Itulah Anies Baswedan.
(Azwar Siregar)