[PORTAL-ISLAM.ID] JAKARTA - Pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri soal kondisi Jakarta sekarang amburadul dibanding tahun 1950-an menuai perdebatan. Budayawan Betawi, Ridwan Saidi pun ikut menyampaikan pandangannya terkait Jakarta pada 1950.
Dia menceritakan, saat itu pemerintahan di Jakarta masih dipegang seorang wali kota, yakni Suwiryo. Di era tersebut, jabatan wali kota setara dengan gubernur. Kemudian, pada 1951, Suwiryo digantikan Wali Kota Solo, Sjamsuridjal hingga 1953.
"Pada tahun 1950, itu Suwiryo baru datang dari Yogyakarta kan. Karena kita mengungsi itu enggak ada apa-apa. Masih sama dengan zaman kolonial tidak ada perubahan apa-apa ya," kata Ridwan dikutip dari VIVA di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, ketika itu di era Sjamsuridjal sampai 1953 melakukan pembangunan di tiga tempat, yaitu Karanganyar atau nama sebelumnya Rawa Puter. Kemudian, pembangunan di wilayah Galur dan Cempaka putih.
Saat itu, menurut dia, kondisi Jakarta masih kotor karena banyak gelandangan yang tidak memiliki rumah.
"Waktu itu enggak ada indahnya, baru menampung orang dan banyak gembel yang dikatakan keong. Karena dia itu si gembel itu dia bikin rumah-rumahan dari plastik. Lantas, kalau pagi-pagi bangun tidur itu plastik dilipat digendong. Jadi, kita bilang keong," ujar Ridwan.
Pun, memasuki kepemimpinan selanjutnya dipimpin Soediro yang memimpin sejak 1953-1959. Di era Soediro, pembangunan juga dilakukan di daerah Grogol. Namun, kata dia, masih berantakan tidak menimbulkan kesan indah seperti saat ini.
"Jadi, yang diutamakan dulu pembangunan pemukiman-pemukiman terutama untuk PNS karena administrasi pemerintahan baru dibangun, tetapi, keindahan belum ada begitu. Jadi, jauh kalau dibandingkan Jakarta sekarang," tegas Ridwan.
Ridwan mengaku mengikuti setiap perubahan yang ada di Jakarta sejak 1950 sampai sekarang. Maka itu, ia mengkritisi pernyataan soal Jakarta sekarang makin amburadul adalah salah. Pernyataan tersebut tidak ada rujukan jelas.
"Jadi, harus tunjukan buktinya, waktu itu kan becak di mana-mana. Lalu masih ada trem. Itu lebih susah lagi karena trem itu tidak bisa minggir. Kalau becak itu kan bisa minggir, trem tidak bisa minggir," kata sejarawan kelahiran 2 Juli 1942 tersebut.
Ia menyebut, tempat Jakarta pada 1950-an yang bagus bisa dihitung. Beberapa lokasi itu antara lain Pasar Baru dan Jalan Juanda. "Itu juga lebih susah keadaannya. Tempat-tempat yang bagus itu cuma Pasar Baru dan Jalan Juanda, itu pertokoan-pertokoan untuk orang elite," ujar Ridwan.[]