[PORTAL-ISLAM.ID] LYON - Jaksa Perancis menyatakan, pendeta Gereja Ortodoks di Lyon ditembak karena terlibat dalam masalah percintaan dengan istri orang.
Nicolas Kakavelakis ditembak hingga dua kali dengan shotgun ketika dia tengah menutup pintu rumah ibadah, dalam insiden 31 Oktober lalu.
Kakavelakis saat ini dilaporkan sudah sadar dari koma, dan memberi tahu penyidik bahwa si penembak merupakan saingannya dalam urusan cinta.
Jaksa dalam rilisnya menyatakan setelah diselidiki, pelaku merupakan suami dari perempuan yang selingkuh dengan si pendeta.
Penyelidikan kemudian dilakukan, dengan kantor jaksa Lyon menerangkan istri si pelaku penembakan saat ini berada dalam pengawasan mereka.
Si penembak dilaporkan merupakan pria berusia 40-an asal Georgia, di mana dia tinggal di sekitar Gereja Ortodoks Yunani itu.
Pria itu mengaku dialah pelaku yang sudah menembak pendeta berusia 52 tahun itu, dan kemudian meninggalkannya begitu saja untuk mati.
Pelaku yang tak disebutkan identitasnya itu kabur ke rumahnya, dan mengira dia bisa lolos dari kejahatannya sebelum Kakavelakis diketahui sadar.
Dilansir The Sun Minggu (8/11/2020), Jaksa berkata si pelaku ditangkap di rumahnya pada Jumat (6/11/2020) dan mengakui perbuatannya.
Media Perancis Le Parisien via BBC melaporkan, istri pelaku yang selingkuh dengan Kakavelakis adalah perempuan 35 tahun asal Rusia.
Pendeta Kakavelakis, pria Yunani yang bekerja di Lyon selama 10 tahun, disebutkan sudah mundur pada Oktober lalu dan mengurus penggantinya.
Penembakan tersebut terjadi beberapa hari setelah penusukan di gereja Notre-Dame Nice, di mana tiga orang tewas dengan salah satunya dipenggal.
Saat itu, banyak yang khawatir kejadian di Lyon merupakan upaya peniruan dari apa yang disebut Presiden Emmanuel Macron sebagai "serangan teroris Islam" di Nice.
Menyusul serangan terhadap Pendeta Kakavelakis, Keuskupan Agung Gereja Ortodoks di Perancis merilis pernyataan di mana mereka mendoakan kesembuhan sang pendeta.
"Kami berdoa agar kesembuhan padanya berlangsung cepat, serta mengutuk segala bentuk kekerasan yang terjadi," kata keuskupan agung.
Sumber: Kompas