UU Cipta Kerja Yang Baru Diteken Jokowi SUPER JOROK DAN BRUTAL
Oleh: Ahmad Khozinudin (Advokat)
Ternyata, UU Omnibus Law Cipta Kerja yang diusulkan Presiden bukan hanya jorok dan brutal saat pembahasan di DPR. UU sapu jagat ini, juga jorok dan brutal pasca diteken dan dinomori Jokowi.
UU Omnibus Law Cipta yang resmi diundangkan dengan jumlah halaman final menjadi 1.187 lembar dan diberi judul UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dalam review sekilas Netizen terdapat kesalahan fatal. Padahal, UU ini baru diunggah resmi semalam (2/11/2020). Jika dilakukan kajian lebih detail dan mendalam, tentulah akan ditemukan banyak kejorokan dan kebrutalan lainnya.
Jorok, karena secara formil pembentukannya tak memperhatikan kaidah pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019. Jorok itu bahkan hingga urusan teknis penyusunan redaksi.
Brutal, karena substansinya menyelisihi aspirasi rakyat, memaksakan kehendak, tak mau mendengar kritikan rakyat. Sebuah UU yang menerapkan filosofi 'kaca mata kuda'.
Secara formil redaksional, misalnya dalam ketentuan Pasal 6 yang berbunyi, "Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi; a. penerapan perizinan berusaha berbasis risiko; b. penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha; c. penyederhanaan perizinan berusaha sektor, dan d. penyederhanaan persyaratan investasi."
Padahal, dalam Pasal 5 UU tersebut tidak memiliki satu ayat pun. Penjelasan Pasal 5 UU Cipta Kerja berbunyi,
"Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait."
Anda dapat mengecek langsung 'Kejorokan itu' pada dokumen yang diunggah Setneg di situs resmi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Sekretariat Negara (JDIH Setneg) yang diunggah tanggal 2/11/2020 (malam). Pada halaman 5 dan 6 khususnya pada BAB III tentang PENINGKATAN EKOSISTEM INVESTASI DAN KEGIATAN BERUSAHA dikaitkan dengan BAB II tentang ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP pada halaman 2.
Ada yang berkomentar konyol tentang isi pasal 6 ini, dengan mempertanyakan PASAL 5 AYATNYA MANA ? Ibaratnya, orang ngomongin rendang dan dendeng sapi, tapi tidak ada menu itu di warungnya. Lah terus, itu penjelasan apa ?
Publik mengira, sejak tanggal 5 Oktober draft final yang diserahkan DPR ke Presiden benar-benar di baca dan diteliti Presiden. Mengingat, ketika itu dikabarkan Presiden sedang membacanya.
Tapi kenapa masih ada redaksi pasal yang jorok ? Apa Presiden tidak baca ? Atau yang dinomori dan diunggah Setneg ini UU selundupan ? Kenapa bisa, draft final yang diserahkan DPR sebanyak 812 halaman setelah dinomori dan diundangkan berubah menjadi 1.187 halaman ?
Apakah benar, ini cuma masalah ukuran kertas sebagaimana disebutkan Azis Samsudin ? Apakah, draft final yang diserahkan DPR ke Presiden ukuran kertasnya Plano sehingga jumlah halaman hanya 812 ? Apakah, yang diunggah Setneg ukuran kertasnya berubah menjadi Folio atau A4, sehingga jumlah halaman beranak pinak menjadi 1.187 halaman ?
Entahlah, jangankan saya, Ebiet G Ade pun pasti bingung menjawab perkara ini. Paling banter, Ebiet G Ade jika ditanya hal ini akan menjawab: COBA KITA BERTANYA PADA RUMPUT YANG BERGOYANG ? [].