[Sebuah Kesaksian]
RAGA YANG TAK SEHARUSNYA DI SANA
#BebaskanKingkinAnida
Duluuu banget di pertengahan tahun 2012, pertama kali pertemuan kita Bu.. Sambutan yang hangat dari wajah yang teduh. Waktu itu saya sedang di ambang masalah keluarga, ibulah yang menjadi penasihat spiritual saya, menguatkan saya. Pertemuan kita hanya 45 hari waktu itu dan aku masih berharap ingin bertemu dengan ibu lagi.
Qadarullah, 3 tahun berlalu ketika saya sudah beranak satu dan hijrah ke Tangsel, saya masih simpan nomer Ibu. Yang saya tau ibu tinggal di Tangsel juga. Setelah saya SMS alamat saya, Masyaa Allah... Ternyata kita 1 kelurahan Bu.. Saat itu juga saya ngojek ke rumah ibu dengan rindu yang membuncah. Langsung saya tembak tuk jadi murobbi saya lagi. Hee..
Ketika hendak pulang, Ibu mengantarkan saya ke rumah. Tanpa basa basi masuk ke dalam rumah cek dan ricek rumah kontrakan 3*8 meter saya. Waktu itu malu banget soalnya rumah berantakan hee..
"Kasurnya mana?" Tanya Ibu.
"Belum ada, Bu. Itu kasur lipat ditumpuk dengan bedcover," Jawabku jujur karena waktu itu memang tidak punya kasur sejak setahun menikah hee..
Ibu juga ngecek ada tumpukan buku-buku di kardus karena aku tak punya rak buku.
"Yaudah nanti ke rumah saya ya bawa pick up, ada kasur di rumah," Ucap Ibu yang nyaris bikin aku bingung.
Lalu setelah itu, aku membawa pick up tetangga ke rumah Ibu. Ternyata nyampe sana sudah disiapin spring bed (seumur hidup saya belum pernah punya spring bed biasanya kasur kapuk ๐ญ) , rak buku, sprei, kalender (ibu lihat juga di kontrakan belum ada kalender) daan.. Mesin cuci dong. Kata ibu tinggal dibenerin dikit udah bagus atau dijual aja juga lumayan๐
Ibu tau kalau saya nyambi jualan kue dan ibu selalu beli produk saya meskipun sebenernya ga terlalu butuh ya. Dan setiap saya ke rumah Ibu, pasti sudah sangat pasti Ibu bawain saya oleh-oleh. Apapun itu. Dari situ saya belajar untuk selalu menghormati tamu. Tamu jangan dibiarkan tangan kosong ketika pulang dari rumah kita.
Soal kepedulian Ibu kepada umat, duh ga usah dibahas deh. Buanyak banget kiprah ibu di masyarakat. Pas tsunami di Palu, Lombok, ibu terjun ke sana. Saya ga habis pikir, emak-emak beranak 8 kok bisa ya punya keberanian seperti itu. Waktu di kampung saya ada banjir bandang, ibu yang peduli pertama. Mengirimkan uang dan baju layak pakai berkwintal-kwintal untuk korban di sana.
2019 lalu kita sama-sama maju di kontestasi Pileg ya Bu. Sama-sama Caleg DPR RI hanya saja beda dapil. Ibu dukung saya habis-habisan.
Waktu kita ke Depok ikut pelatihan Caleg, Ibu kasih saya uang untuk bantu-bantu bikin stiker.
"Winda, saya baru dapat rejeki dari Jakarta. 1 juta. Kita bagi 2 ya buat bikin stiker, "
Whatt? Saya tercengang. Baru tau saya ada orang begini. Sedekahnya ga main-main. Waktu itu udah disiapkan uang 500ribu untuk saya. Dikeluarin dari dompet Ibu semuanya. Pas pulang dari acara,
"Win, ada uang 20ribu? Saya pinjam dulu ya. Lupa nih untuk parkir, "
Ya Allah Bu.. Ga usah dikasih semua yang tadi juga gapapa Bu.. Ibu selalu totalitas dalam sedekah sampai-sampai tidak mikirin Ibu sendiri ke depannya. Beberapa kali Ibu selalu berbagi dana kampanye Ibu untuk saya ๐ฅบ๐ฅบ
Ketika pandemi ini, jangan tanya lagi apa yang Ibu lakukan. Sebarin sembako, nasi berkah itu udah pasti. Ibu ga pernah mikir 2x untuk kasih-kasih ke orang.
Dan sekarang, sudah seminggu lebih saya ga lihat Ibu. Saya kangen, Bu. Semoga kita bisa bertemu segera ya.. Di sana, saya yakin sekali Ibu semakin banyak tilawahnya, semakin banyak dzikirnya. Semakin khusyuk sholatnya. Mungkin raga sudah tak bebas lagi. Tapi Allah sedang mencharge ruhiyah Ibu agar setelah keluar dari sana Ibu semakin tangguh, semakin memancarkan kebaikan..
Ditulis dengan linangan air mata, dari muridmu yang kagum padamu,
(Winda Iriani)