Kemana Muara Omnibus Law?
Oleh: Tengku Zulkifli Usman (Analis Politik)
Dari awal saya menganalisa bahwa UU ini erat kaitannya dengan sisa-sisa PR pilpres kemarin.
Pemodal ingin semua "deal-deal an" mereka dengan capres yang mereka dukung dan menang sudah harus mulai melakukan setoran.
Apalagi kekuasaan hanya sisa 3 tahun efektif. Maka hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan pemodal pilpres harus segera dibereskan.
UU ini usulan eksekutif (pemerintah), jadi akan sangat bodoh rakyat ingin menyalahkan DPR, terlebih akan sangat bodoh rakyat yang mau kemakan pencitraan partai yang ngaku oposisi yang ingin menarik simpati rakyat dengan momentum ini.
UU ini deal-deal an pemodal dengan eksekutif bukan dengan legislatif. Pemodal gak akan mau deal deal an dengan legislatif.
Mereka hanya akan mencari aman dengan cara mengendalikan Ketum partainya bukan mengendalikan anggota dewan. Gak penting banget anggota dewan dimata pemodal.
Deal-deal an tingkat tinggi inilah yang membuat eksekutif tetap ngotot tidak akan membatalkan UU ini dengan Perppu bahkan ketika dilawan sampai ke MK.
Istana telah jelas mengumumkan bahwa tidak akan mengeluarkan Perppu, bahkan siap melawan siapa saja yang akan menggugat UU ini ke MK. Anda bisa lihat betapa ngototnya eksekutif. Ngotot itu karena pasti ada tekanan pihak-pihak tertentu.
Persoalan UU ini kalau mau dilihat secara makro politik adalah bagian dari program jangka panjang untuk kepentingan investor tadi yang bermain mata dengan penguasa. Ini bukan soal buruh atau tenaga kerja semata.
UU ini memang dirancang agar investor dari negara tertentu yang punya "jasa besar" dalam pilpres kemarin bisa mulai mengambil untung.
UU ini sama sekali tidak ada kaitan dengan buruh dan tenaga kerja. Ini adalah jalan tol dan "karpet merah" agar investor bisa masuk dengan leluasa. Khususnya mereka yang berjasa dalam pemilu tahun lalu.
Dalam teori interdependensi, tidak akan ada negara yang bisa melepaskan diri dari kebutuhan/ketergantungan kepada negara lain. Negara kuat saja butuh negara lain apalagi negara lemah semacam Indonesia.
Maka UU ini akan sangat kecil kemungkinan dapat dianulir kecuali terjadi penolakan massif oleh rakyat seluruh Indonesia lalu terjadi chaos.
UU ini sangat kecil kemungkian bisa ditinjau ulang karena ini bagian dari kesepakatan mahal antara pemodal pilpres dengan peserta pilpres yang menang.
Tema ini bukan konsumsi kalangan biasa, disini uang besar yang terlibat sehingga hanya sosok-sosok super elit saja yang bisa berbicara dari kalangan politisi.
Tema ini tema besar, ini bukan konsumsi partai-partai menengah dan apalagi partai kecil. Ini isu yang memerlukan tsunami politik baru bisa merubah keadaan.
Ini deal deal-lan tingkat tinggi yang tidak bisa diselesaikan lewat jalur DPR yang oposisi nya sangat lemah bahkan oposisi DPR sekarang hanya kelas gembel modal tausiyah dan kebanyakan dalil dalil halu.
Isu besar begini berkaitan erat dengan uang besar dan masa depan investor. Tidak akan bisa diselesaikan oleh mereka di DPR yang memang mayoritas kursi nya juga milik penguasa.
Jadi akan sangat bodoh kalau rakyat mau marah kepada DPR apalagi termakan oleh pencitraan partai oposisi.
Mereka pada dasarnya tidak punya kuasa apa apa. Karena ini bukan deal deal an level mereka. Ini bukan ranah legislatif apalagi kelas sosok sosok tokoh non partai.
Partai besar saja jika ada yang beroposisi gak akan kuat berhadapan dengan pemodal besar yang ada dibalik isu ini.
[Sumber: fb penulis]
Kemana muara Omnibus law? *** Dari awal saya menganalisa bahwa uu ini erat kaitannya dengan sisa sisa PR pilpres...
Dikirim oleh Tengku Zulkifli Usman pada Jumat, 09 Oktober 2020