HRS Tidak Akan Memberontak!
Ada banyak pihak yang kelabakan terkait rencana kedatangan Habibana Rizieq Syihab. Apalagi pada pernyataannya, Ketua Umum FPI, Ustadz Shabri Lubis menyebutkan bahwa HRS akan memimpin revolusi.
Tak elak orang-orang yang kontra HRS mulai para netizen, politisi Senayan hingga Istana memberikan reaksi.
Donny Gahral Adian, Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan, menyangkal kabar bahwa cekal terhadap HRS telah dicabut. Menurutnya, tidak mungkin ada pencabutan pencekalan oleh Pemerintah Arab Saudi tanpa keterlibatan Pemerintah Indonesia.
Itu artinya, rezim Jokowi memang tidak menginginkan Imam Besar FPI tersebut pulang. Apalagi kalau kepulangannya bermaksud memimpin revolusi.
Tapi kita lihat saja, apakah HRS tetap bisa pulang, walau rezim PDIP ini tidak menginginkannya.
Agus Maftuh Abegebril, Dubes Indonesia untuk Saudi yang memang terkenal anti Habib Rizieq, memberikan bantahan akan rencana kepulangan HRS.
Menurut Agus Maftuh, status HRS di Imigrasi Saudi masih blingking merah. Artinya yang bersangkutan masih belum bisa keluar Saudi.
Sekali lagi mari kita lihat, sampai kapan HRS akan terkurung di Saudi. Apakah bisa lepas dalam waktu dekat seperti informasi yang didapat pihak FPI, ataukah ternyata sampai rezim ini jatuh lebih dulu. Entah itu melalui tekanan rakyat, ataukah nanti saat Pemilu 2024.
Yang pasti, apapun itu, semua pihak yang berkepentingan dengan rezim ini memang tidak menyukai HRS pulang. Sebab Habibana Rizieq dianggap berpotensi mengganggu segala rencana kezaliman dan kesewenang-wenangan yang terus dipertontonkan dari hari ke hari.
Seorang legislator perempuan asal PAN meminta Polisi untuk mengusut pernyataan Ustadz Shabri Lubis yang menyebut HRS akan pulang dan memimpin revolusi.
Sebenarnya tanpa diminta pun Polisi sudah tanggap. Tak ada hal sekecil apapun yang dianggap berpotensi mengganggu rezim, melainkan Polisi akan begitu tanggap. Kita lihat, bagaimana mereka kemarin begitu represif menangani pengunjuk rasa buruh dan mahasiswa.
Seakan mereka sedang berhadapan dengan gerombolan pengacau di Papua. Atau para pekerja asing yang membuat keributan di tempat kerjanya.
Kepada para pengacau Papua dan pekerja asing dari China yang bikin kacau di pabrik, tidak dilakukan kekerasan semacam itu oleh Polisi. Tapi kepada anak Bangsa yang menyampaikan aspirasinya, Polisi begitu tega.
Saya tidak yakin para Polisi pemukul buruh dan mahasiswa itu bisa tidur nyenyak, kalau mereka masih punya nurani. Tapi kalau nurani mereka sudah hilang, maka segenap siksaan yang mereka lakukan adalah kewajaran.
Kepala Biro Penmas Divisi Humas Polri telah memberikan jawaban, bahwa mereka sedang mempelajari pernyataan Ustadz Shabri Lubis, apakah mengandung pidana atau tidak.
Seorang fungsionaris Partai Golkar, Bobby Adhityo Rizaldi terkait rencana kepulangan HRS memberikan tanggapan, “Jangan ada pihak yang punya pikiran aneh-aneh, mau buat keributan atau hal yang menghambat geliat pembangunan saat ini.”
Padahal sebenarnya yang membuat keributan itu adalah Pemerintah dengan DPR. Sikap Jokowi dan Puan Maharani beserta seluruh anak buahnya yang maksa membuat UU Cipta Kerja, itulah biang keributan yang sesungguhnya.
Demonstrasi yang dilakukan rakyat, termasuk di dalamnya FPI, adalah reaksi atas kekejian yang dilakukan Pemerintah dan DPR dalam membuat undang-undang Cilaka tersebut.
Kalaupun misal nanti HRS benar-benar pulang, pastikanlah bahwa beliau hanya akan meributkan Pemerintah terkait undang-undang tersebut dan berbagai penyimpangan lainnya.
HRS tidak akan menjatuhkan Pemerintah, kecuali dengan cara konstitusional. HRS menganut madzhab bahwa Pemerintahan yang sah, tetap tidak boleh diturunkan di tengah jalan.
Kecuali kalau memang Pemerintah yang bersangkutan melakukan pelanggaran konstitusi. Itupun mekanismenya juga harus sesuai konstitusi. Ada pemakzulan di DPR, diteruskan ke MPR lalu Mahkamah Konstitusi.
Adapun selain itu, apa yang selama ini HRS lakukan adalah kontrol terhadap berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh Pemerintah. Misal saat Pemerintah mati-matian melindungi Ahok, maka HRS pun berjibaku melawannya.
Begitulah HRS, penganut Ahlussunah Wajamaah yang sesungguhnya. Aswaja tidak mempunyai DNA pemberontakan sepanjang zaman. Itu yang membedakannya dengan kelompok sempalan: khawarij, syiah dan seluruh kebaruan gerakannya.
Tidak juga seperti komunis, yang jelas mempunyai sejarah kelam di Republik ini, melakukan pemberontakan berdarah. Melakukan pembunuhan, mulai rakyat jelata, kiai hingga para jenderal.
HRS kalau mau, pada aksi 411 telah melakukan pemberontakan. Saat presiden dan jajarannya sudah berada di bandara, Istana sudah dikepung dan Polisi sudah frustasi menghadapi lautan massa yang pantang mundur.
Tapi sekali lagi, HRS tidak pernah menginginkan penurunan Jokowi, walau ada beberapa pihak yang mendorongnya. HRS bergeming!
Kalau terkait koreksi terhadap Pemerintah, itu dilakukan HRS bukan hanya kepada Jokowi. Zaman SBY dan Megawati, HRS pun melakukan hal yang sama, hingga Megawati dan SBY harus memenjarakannya.
Di zaman Jokowi ternyata lebih kejam. HRS tidak dipenjara di dalam negeri, tapi justru dikurung di negara orang, dengan pencekalan yang tidak beralasan.
Ummat tentu merindukan Habib Rizieq Syihab, pemimpin yang murni berjuang menegakkan amar ma'ruf dan nahi munkar. Bukan karena kepentingan politik apapun!
Nah, kemungkaran yang jelas di depan mata adalah UU Cipta Kerja. Tentu itu adalah hal pertama yang akan disikat HRS, kalau beliau memang bisa pulang dalam waktu dekat.
Maka, kalau memang tidak ingin ada keributan saat HRS pulang nanti, bubarkan itu undang-undang Cilaka. Masukkan ke dalam tong sampah.
Sebab kesepakatan sampah yang dibuat oleh Pemerintah dan DPR, sebaiknya memang harus dibuang ke tong sampah, sebelum sampah tersebut berulat menyebarkan banyak penyakit ke segenap sendi Bangsa.
Lawang, 15/10/2020
(Ustadz Abrar Rifai)