Gus Nur Itu Paham Betul Nikmat atau Derita Dunia Hanya 2,5 Jam
By Asyari Usman
Orang-orang yang duduk dengan kekuasaan besar biasanya selalu menjaga kesehatan mereka agar selalu prima. Rumah mewah. Mobil luks. Makanan bagus-bagus. Istirahat cukup. Pemeriksaan kesehatan teratur dan terjadwal. General check-up maupun pemeriksaan rutin lainnya. Cek darah, jantung, ginjal, selalu normal.
Mereka seolah ingin atau berharap hidup 1,000 tahun. Kalau bisa.
Mungkin saja mereka merasa bisa. Atau, berhayal bisa sampai segitu. Cuma probabilitasnya sangat kecil. Kalau tak boleh dikatakan nihil.
Rentang usia yang paling mungkin dicapai adalah 100 tahun. Menurut catatan “The Centenarian” –media yang mengamati populasi di atas 100 tahun— ada sekitar 450,000 orang di muka Bumi ini yang berusia 100 tahun atau lebih. Hanya sekitar 0.006 persen saja dari sekitar 7,800,000,000 penduduk dunia.
Lalu, apa kaitan antara judul tulisan ini dengan usia 100 tahun?
Begini. Gus Nur (Sugi Nur Raharja) ditagkap pada 24 Oktober 2020. Persis tengah malam, jam 00:00. Penceramah NU garis lurus ini dilaporkan oleh kalangan NU juga dengan tuduhan penghinaan dan penyebaran kebencian.
Cemarah-ceramah ustadz yang memiliki kanal YouTube ini terasa keras. Terutama bagi orang-orang yang menyenangi kehidupan duniawi. Nah, di sini mulai terlihat kaitan antara usia 100-an tahun dan judul tulisan.
Lebih mengerucut lagi, Gus Nur itu adalah orang yang paham betul bahwa hidup di dunia ini hanya 2.5 jam (dua setengah jam) saja. Walaupun disebut 100 tahun menurut kalender manusia. Inilah durasi hidup di dunia dalam perbandingan dengan hidup di akhirat.
Satu hari di akhirat itu sama dengan 1,000 (seribu) tahun di dunia. Begitulah Allah jelaskan di dalam al-Qur’an surah Al-Hajj ayat 47. “...inna yauman ‘inda rabbika ka-alfa sanatin mimma ta’uddun.” (artinya: “…Sesungguhnya satu hari di sisi Tuhanmu sama dengan seribu tahun menurut hitunganmu.”)
Dari sinilah didapat durasi hidup manusia hanya sekitar 2.5 jam di mata Allah. Itu pun kalau orang bisa sampai 100 tahun.
"Pada hari ketika mereka melihat hari Kiamat itu, mereka merasa seakan-akan hanya (sebentar saja) tinggal (di dunia) pada waktu sore atau pagi hari." (An-Naziat 46)
Kembali ke Gus Nur. Bagi beliau, dan mungkin banyak orang lain yang paham, senang terus-menerus di dunia atau menderita tanpa akhir, tak sampai 2.5 jam. Kalau orang hari ini berusia 50 tahun, maka kesenangan atau penderitaan di dunia hanya tinggal 1 jam 15 menit lagi. Sangat “singkat”.
Karena begitu “singkat” itu, Gus Nur tidak mau membuang-buang waktunya. Beliau gunakan detik demi detik usianya untuk persiapan menghadapi “Hari Pertanggungjawaban”. Dia mengambil sikap tegas. Tak kenal kompromi. Kebenaran harus ditegakkan, kezaliman wajib dimusnahkan.
Begitu cara Gus Nur melihat kehidupan di dunia. Tentu ini untuk orang-orang yang beriman kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. Bisa jadi banyak orang yang tidak peduli dengan perbandingan durasi itu. Yang penting bagi mereka adalah bisa hidup nikmat tanpa pernah disentuh kesusahan.
Mereka akan melakukan apa saja asalkan menyenangkan. Sampai akhirnya mereka tidak bisa lagi membedakan kebaikan dan keburukan. Tak bisa melihat kebenaran dan kebatilan. Tidak lagi mengenal konsep halal dan haram. Semua disikat.
Itulah sekadar upaya saya memahami pikiran Gus Nur. Bagaimana persisnya, hanya beliau dan Allah SWT yang tahu.
26 Oktober 2020
Kalian boleh penjarakan raganya tapi tdk akan mampu memenjarakan pikirannya‼️🤬
— 𝚍𝚎𝚖𝚘𝙲𝚁𝙰𝚉𝚈ⒾⒹ (@demoCRAZY_id) October 25, 2020
Belajarlah pada rezim sebelumnya yg memenjarakan raga IB-HRS, adakah pikiran & iktiar/jihad Habibana u/ menegakkan agama Allah berhenti/padam⁉️
~ لا ولن يكون ~ pic.twitter.com/WsAA1ssYT7