[PORTAL-ISLAM.ID] Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengkritik langkah polisi yang melakukan penangkapan terhadap aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) terkait aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja.
Usman menilai langkah polisi tersebut hanya untuk menyebar ketakutan.
"Penangkapan ini dilakukan untuk menyebar ketakutan di antara mereka yang mengkritik pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja," kata Usman dalam keterangan tertulis, Selasa (13/10/2020).
Di sisi lain, Usman juga menilai penangkapan ini menunjukkan bahwa kebebasan berekspresi di negara ini sedang terancam.
Ia menyebutkan, penangkapan ini bisa dilihat sebagai upaya untuk mengintimidasi oposisi dan mereka yang mengkritik rezim yang sedang berkuasa.
"Negara harus menghentikan segala bentuk intimidasi terhadap mereka yang mengkritik dan memastikan penghormatan penuh terhadap hak asasi manusia bagi siapa saja, termasuk pihak oposisi," kata dia.
Justru dengan langkah ini, Usman menilai Presiden Joko Widodo telah melanggar janjinya sendiri untuk melindungi hak asasi manusia.
"Pihak berwenang harus segera membebaskan ketiganya, yang dijerat hanya karena mempraktekkan kebebasan berbicara, dengan tanpa syarat," kata dia.
Polisi menangkap sejumlah petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) atas dugaan penghasutan serta menyebarkan ujaran kebencian berdasarkan SARA terkait demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja.
Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono, hasutan tersebut diduga menyebabkan peserta demonstrasi menolak UU Cipta Kerja bertindak anarkistis.
"Garis besarnya itu tadi, memberikan informasi yang membuat rasa kebencian dan permusuhan terhadap individu atau kelompok berdasarkan SARA dan penghasutan," kata Awi di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Selasa (13/10/2020).
Di Medan, polisi menangkap Ketua Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Medan Khairi Amri. Polisi juga menangkap tiga orang lainnya, yakni JG, NZ, dan WRP selama 9-12 Oktober 2020.
Kini, keempatnya berstatus sebagai tersangka dan ditahan oleh Bareskrim Polri di Jakarta.
Kemudian, Bareskrim Polri menangkap KA di Tangerang Selatan pada 10 Oktober 2020. Ia kini telah ditahan.
Pada 12 Oktober 2020, polisi menangkap Anton Permana yang juga merupakan petinggi KAMI di daerah Rawamangun.
Lalu, polisi menangkap Syahganda Nainggolan di Depok dan Jumhur Hidayat di Jakarta Selatan pada hari ini.
Ketiganya masih dalam pemeriksaan lebih lanjut oleh aparat kepolisian. Polisi memiliki waktu 1x24 jam untuk menentukan status ketiganya.
Awi mengatakan, mereka diduga melanggar Pasal 45 A Ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan/atau Pasal 160 KUHP tentang penghasutan. Ancaman pidananya, kata dia, lebih dari lima tahun penjara.[Kompas]