TENTARA DAN POLISI "BERGEJOLAK"
Skenario tentara "back to barack" sudah mulai digaungkan tahun 1980-an. Entah siapa yang bermain dibalik isu tersebut. Banyak yang menuding PKI berada dibalik isu tentara back to barack.
Dulu banyak yang risih dengan dwi fungsi ABRI. Entah risih atau ada yang merasa iri karena kepentingan ideologinya sejak Pak Harto berkuasa tidak boleh berkembang lagi. Apalagi ada Tap MPRS No XXV tahun 1966.
Sejak era reformasi pasca tentara kembali ke barak, dicabutnya dwi fungsi ABRI. Meminjam Rizal Ramli muncul istilah multi fungsi POLRI.
Peran dwi fungsi tentara digantikan peran multi fungsi polisi. Giliran polisi pada era reformasi banyak menduduki jabatan sipil. Sementara tentara hanya menjadi 'peran pembantu' kepolisian. Menurut saya inilah akar masalah yang sebenarnya.
Gesekan di lapangan antara tentara dan polisi seringkali terjadi. Beberapa hari lalu terjadi pengrusakan Mapolsek Ciracas di Jakarta Timur untuk yang kedua kalinya.
Bila tentara kembali ke barak idealnya polisi juga kembali ke barak. Benar-benar menjadi polisi negara bukan polisi kekuasaan. Jangan pula terkesan kelakuan seperti partai, 'malu-malu' mendukung kandidat tertentu dalam Pilpres atau Pilkada.
Tentara dan polisi harus benar-benar steril dari politik kekuasaan. Netral tidak hanya retorika elit tapi terbukti netral sampai ke Babinsa dan Babinkamtibmas. Tidak ada lagi anggota paling bawah ikut 'ngacak-ngacak' kotak suara Pilpres atau pilkada. Jangan ada pula kriminalisasi purnawirawan tentara dan polisi karena perbedaan pilihan politik dengan penguasa.
Berbahaya bila 'gejolak' antara tentara dan polisi ada yang 'memelihara'. Jenderal polisi yang diduga terlibat kasus Djoko Tjandra, jangankan dipenjara atau dipecat hanya dicopot dari jabatannya. Sementara, prajurit tentara yang diduga terlibat pengrusakan Mapolsek Ciracas diancam dipecat dari tentara. Dimana keadilan itu?
Semestinya akar masalahnya yang diselesaikan, yaitu ketidakadilan yang menimbulkan kecemburuan. Jangan ada seloroh dari masyarakat. Polisi 'dipersenjatai' sementara tentara 'dilucuti' senjatanya atas nama UU.
'Gejolak' antara tentara dan polisi bagai api dalam sekam bila tidak diselesaikan akar masalahnya. Mudah sekali terbakar.
Ketidakadilan sama halnya memelihara kecemburuan yang bisa saja memantik konflik lebih besar.
Tentu saja pasti ada pihak yang diuntungkan dari gejolak antara tentara dan polisi. Siapa lagi kalau bukan PKI yang sangat lihai dengan politik adu domba. Satu diangkat, satunya lagi diinjak.
Tidak ada asap kalau tidak ada api.
Bandung, 14 Muharram 1442/2 September 2020
[Sumber: fb penulis]