[PORTAL-ISLAM.ID] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berencana menempatkan pelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagai pelajaran pilihan dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) terancam dihilangkan merupakan upaya komunis menghilangkan jejak kekejaman PKI di Indonesia.
“Kemendikbud yang berencana menempatkan pelajaran sejarah sebagai pilihan di SMA dan terancam dihilangkan di SMK merupakan upaya komunis menghilangkan jejak kekejaman PKI,” kata pengamat kebijakan publik Amir Hamzah kepada suaranasional, Jumat (18/9/2020).
Amir Hamzah mendapatkan informasi seorang pejabat mengeluh anaknya yang kuliah di Universitas Indonesia (UI) tidak mengenal tokoh-tokoh PKI yang memberontak terhadap NKRI seperti Musso, Nyoto, DN Aidit, Untung. “Generasi muda harus dikenalkan sejarah agar bangsa Indonesia mengulang kesalahan masa lalu,” ungkapnya.
Kata Amir Hamzah, pelajaran sejarah untuk SMA, SMK bahkan Perguruan Tinggi sangat diperlukan. “Pihak DPR harus menolak rencana Kemendikbud menghilangkan pelajaran sejarah di SMA maupun SMK,” papar Amir Hamzah.
Rencana Kemendibud tersebut, kata Amir Hamzah makin menguatkan dugaan gerakan komunis di Indonesia melakukan penyusupan di segala lini institusi negara. “Rakyat Indonesia harus mewaspadai gerakan komunis Indonesia terlebih lagi adanya operasi Jalak Merah yang dibiayai Komunis Cina,” jelasnya.
Rencana perubahan pendidikan sejarah di SMA/SM tertuang dalam draf sosialisasi penyederhanaan kurikulum dan Asesmen Nasional tanggal 25 Agustus 2020 yang beredar belakangan.
Guru Besar Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Said Hamid mengkritik rencana Kemendikbud tersebut. “Sulit dipahami di jenjang SMA (pelajaran) sejarah menjadi pilihan. Kalau kita menempatkan pelajaran sejarah sebagai pilihan seperti di Singapura, orang bisa tidak belajar sejarah. Pelajaran sejarah di SMA merupakan kesempatan siswa untuk mengenal bangsanya,” kata Said, Kamis (17/9/2020).
Kata Said, pelajaran sejarah sangat penting untuk mengembangkan jati diri bangsa, mengembangkan memori kolektif bangsa dan pengembangan karakter. “Pembelajaran sejarah harus berubah, kita ajarkan jiwa kejuangan, jiwa inovatif. Kalau mengajarkan fakta, itu hanya mengajarkan abu sejarah,” paparnya.
Sumber : Suaranasional