[PORTAL-ISLAM.ID] Wakil Ketua Umum DPP Partai Hanura H Djafar Badjeber meminta agar pelaksanaan Pilkada Serentak yang sedianya akan dilaksanakan 9 Desember 2020 ditunda atau diundur hingga beberapa bulan ke depan.
Hal ini mengingat pandemi Covid-19 masih tinggi, dan tidak dipatuhinya protokol kesehatan, sehingga membahayakan keselamatan masyarakat, khususnya di 224 kabupaten, dan 37 kota di 9 provinsi yang melaksanakan pemilihan.
Tidak ada kepentingan politik dibalik penundaan Pilkada ini. Hanya melihat fenomena wabah Covid 19 yang terus meningkat dan korban terus berjatuhan, dan Pilkada ini berpotensi menjadi klaster baru Covid-19, bila protokol kesehatan tidak dipatuhi oleh semua pihak.
"Karena itu Komisi II DPR, Mendagri, KPU diminta kembali melakukan tela'ah serta kajian dampak negatif dari proses pilkada sampai pelaksanaannya. Jangan semata-mata pertimbangan demokrasi tapi rakyat jadi korban" ujar Djafar Badjeber kepada Beritasatu.com, Rabu (9/9/2020).
Djafar mengatakan, sebelumnya desakan agar Pilkada Serentak 2020 ditunda sudah diwacanakan oleh beberapa pihak tiga bulan lalu. Kali ini desakan penundaan itu semakin mengkristal setelah mencermati situasi wabah Covid 19 yang makin meningkat.
Dijelaskan saat deklarasi pasangan dan pendaftaran di KPUD sudah sangat terlihat secara kasat mata protokol kesehatan hampir tidak dipatuhi. Ini sangat berbahaya.
“Kalau pemerintah, KPU, partai politik, dan para peserta kontestasi sayang kepada rakyat, maka tunda dulu pelaksanaan Pilkada hingga beberapa bulan ke depan,” ujarnya.
Menurut Djafar, jangan berfikir bila Pilkada ditunda indeks demokrasi terdegradasi. Seluruh dunia mafhum bila praktik demokrasi sedikit terganggu akibat Covid-19.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR bersama Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP pada 30 Maret 2020 memberikan tiga opsi pelaksanaan penundaan Pilkada. Yaitu 9 Desember 2020 (opsi A), tanggal 17 Maret 2021 (opsi B), dan tanggal 29 September 2021 (opsi C).
Artinya penundaan Pilkada dimungkinkan sepanjang bencana non alam masih terus terjadi (Covid-19).
Pasal 201 A Perppu No. 2 Tahun 2020 berbunyi: Pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201 dapat ditunda karena terjadi bencana non alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat 1.
Dalam Pasal 201 ayat 3, dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda, dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana non alam sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122A.
Mencermati Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tersebut sesungguhnya pelaksanaan Pilkada dapat ditunda (sepanjang bencana non alam masih terus terjadi atau meningkat).
Sumber: Beritasatu
Seandainya Pilkada ditunda payung hukum telah mengaturnya. Persoalannya mau tidak Komisi II DPR berinisiatif kembali untuk mengundang Mendagri, KPU, Bawaslu, DKPP, dan Satgas Covid 19.
Keikutsertaan Satgas Covid 19 diperlukan untuk menjelaskan secara holistik-komprehensif peta Covid-19. Tentunya dari masukan Satgas Covid-19 tersebut bisa menjadi pertimbangan para stakeholder untuk memutuskan penundaan pelaksanaan Pilkada.
Ditambahkan ada beberapa pertimbangan bila Pilkada dilaksanakan 9 Desember 2020, di antaranya yakni
pandemi Covid-19 masih tinggi, keselamatan jiwa masyarakat dan penyelenggara pemilu, khususnya KPPS terancam, tidak ada jaminan semua pihak patuh atas protokol Covid-19, pengawasan lemah hanya bersifat imbauan, dan berpotensi saling gugat setelah kontestasi.
“Tidak ada maksud apapun dibalik permintaan penundaan Pilkada ini. Semata-mata hanya keselamatan masyarakat Indonesia," pungkas anggota MPR 1987-1992 ini.