Beda Nasib Dokter dan Influencer
Jumlah dokter Indonesia 110.700 orang. Itu artinya, 1 dokter melayani 2260 penduduk. Masih kurang efisien jika dibandingkan negara lain dimana 1 dokter untuk melayani 1000 penduduk. Apalagi melihat penyebaran, sebagian dokter tersebut berada di wilayah perkotaan.
Dengan keadaan seperti ini, kematian 1 orang dokter sebenarnya sangat merugikan. Apalagi data yang menyebutkan sudah 100 orang dokter meninggal dunia karena covid-19. Artinya ada 22.600 penduduk yang akan kehilangan pelayanan kesehatannya.
Untuk menjadi dokter, seseorang harus menempuh pendidikan 7 tahun lamanya. Itu dengan kategori hebat. Belum termasuk pendidikan spesialisnya. Bisa dikatakan butuh waktu 10 tahun bagi seseorang untuk bisa menjadi dokter.
Dengan durasi dan data yang demikian, seorang dokter adalah aset yang paling berharga. Sudah selayaknya mendapatkan perlindungan dan perhatian serius saat negara ini dilanda pandemi corona.
Dokter adalah benteng pertahanan terakhir perlawanan pada covid. Jika pertahanan ini bobol, maka kehancuran bagi sebuah negara.
Saat dokter bertarung dengan keselamatan orang lain dan dirinya, muncul pemberitaan bahwa negara memggelontorkan dana bagi para influencer. Dan saat itu juga, terdengar nada sumbang bahwa insentif para dokter dan paramedis yang dijanjikan belum diterima oleh sebagiannya.
Melahirkan dokter membutuhkan otak, kecerdasan, biaya dan waktu yang lama. Tapi melahirkan influencer dan buzzer hanya membutuhkan kuota harian saja. Terlalu tega apabila seorang pejabat negara malah membela influencer karena membantu negara dan mendapatkan kucuran dana dengan memainkan jemarinya saja.
Di negara luar, influencer itu dipekerjakan dengan jelas identitasnya. Di negara ini, seorang influencer hanya cukup diketahui oleh yang membayarnya, tanpa ada tanggung jawab memperkenalkannya pada publik. Padahal uang bayaran mereka menggunakan uang rakyat.
Influencer yang dilindungi identitasnya.
Seorang influencer akan diukur keberhasilannya dengan pencapaian yang didapatkan. Bagaimana kita bisa menilai kinerja influencer saat nama mereka sendiri tidak pernah dipublikasikan. Ingin berpikiran positip pada influencer yang dipekerjakan negara, namun cara pengelola negara ini malah membuat kita penuh tanda tanya.
Dokter yang jelas berjibaku dilapangan, jelas identitasnya namun minim penghargaan. Jika dukungan pemerintah ada, mereka seharusnya membuat regulasi khusus yang meringankan pekerjaan dokter dengan pelarangan pada masyarakat mengenai penyebaran covid19.
Perlakuan yang berbeda, pada dokter dan influencer.
(By Iwan Balaoe)