Presiden Jokowi Selevel Dengan Presiden Trump
Oleh: Hersubeno Arief
Kualitas kepemimpinan Presiden Jokowi kelasnya sama dengan Presiden AS Donald Trump.
Cara mereka dalam menangani pandemi Corona, menunjukkan banyak kemiripan. Jadi tidak terlalu salah bila ada yang menilai, kualitas keduanya berada dalam satu level. 11-12.
Jangan anggap ini becanda. Apalagi hoax. Penilaian itu datangnya dari seorang wartawan New York Times Richard C Paddock. Jadi ini bukan penilaian main-main.
New York Times adalah sebuah media dengan reputasi tinggi. Sangat berpengaruh di AS. Didirikan tahun 1851. Usianya hampir dua abad.
Sementara Paddock, sebagai wartawan jam terbangnya juga sangat tinggi.
Dia pernah meliput di berbagai belahan dunia. Pernah ditempatkan sebagai koresponden di Moskow, Bangkok, Singapura, dan Jakarta.
Sebelum bekerja di New York Times dia pernah bekerja di The Los Angeles Times dan The Wall Street Journal.
“Pujian” Paddock atas Jokowi itu muncul dalam laman New York Times edisi Asia Pasific 31 Juli lalu.
Judulnya rada panjang. “In Indonesia, False Virus Cures Pushed by Those Who Should Know Better.”
Terjemahan secara bebasnya: Di Indonesia penyembuhan palsu virus, justru didorong oleh mereka yang seharusnya tahu lebih baik.
(Link: https://www.nytimes.com/2020/07/31/world/asia/indonesia-coronavirus.html)
Paddock benar. Presiden, para menteri, gubernur, dan para kepala daerah setingkat walikota dan bupati adalah figur yang seharusnya lebih tahu soal pencegahan dan penyembuhan virus.
Namun sikap mereka yang tidak tegas, kebijakan yang berubah-ubah. Anti ilmu pengetahuan dan medis, serta lebih percaya kepada pengobatan “dukun.” Quack remedies, begitu Paddock menyebutnya, memperparah situasi.
Terhitung tanggal 28 Juli lalu angka resmi yang tertular virus made in China itu sudah tembus di atas 100 ribu. Sudah melebihi jumlah yang terinveksi di China, sebagai negeri asal virus.
Angkanya dipastikan masih akan terus bertambah. Jubir Covid pemerintah yang baru ditunjuk, Wiku Adisasmito menyebut angka tersebut masih jauh dari puncak. Artinya jumlahnya akan terus bertambah. Krisis kesehatan semakin parah.
Meremehkan
Sebagai Presiden, Jokowi dinilai meremehkan pandemi. Dia juga menyampaikan pesan yang beragam dan tidak konsisten.
Jokowi juga terlambat mengambil langkah menutup sekolah, aktivitas bisnis, dan membatasi perjalanan.
Pada bulan Mei Jokowi menyerukan warga untuk berdamai dengan Corona. Sebulan kemudian dia mengancam akan memecat para menterinya yang bekerja seadanya dan tidak menyadari krisis.
Pada bulan Juni dia kembali menyerukan agar masyarakat disiplin menjaga jarak, menggunakan masker, dan mencuci tangan.
Di luar sikap Jokowi yang membingungkan, para menteri dan pejabat di bawahnya juga punya andil kian memperparah situasi.
Menteri Pertanian Sahrul Yasin Limpo mengklaim telah menemukan kalung anti Corona. Gubernur Bali I Wayan Koster mendorong penggunaan minuman tradisional arak yang direbus sebagai obat hirup.
Pemerintah juga merekrut para artis sebagai influencer, dan menyebarkan informasi yang salah.
Para influencer dan pakar gadungan juga mendorong berbagai pengobatan “dukun” melalui medsos. Situasi tambah parah karena muncul berbagai hoax, termasuk penggunaan thermogun bisa mengakibatkan kerusakan otak.
Penyanyi dangdut Iis Dahlia, tulis Paddock, termasuk salah satu influencer yang direkrut.
Kepada 12 juta followernya di Instagram, Iis mengaku merasa lebih aman dan terlindungi setelah memakai “jimat” kalung ekaliptus.
Situasi di Indonesia, dalam penilaian Paddock mirip dengan yang terjadi di Kenya, Afrika dan AS.
Gubernur Nairobi, ibukota Kenya meyakini konsumsi minuman keras cognac bisa mencegah dan menyembuhkan virus.
Presiden Trump terus mempromosikan hydroxychloroquine, obat yang digunakan untuk mengobati malaria, sebagai obat coronavirus meskipun ada bukti medis yang bertentangan.
Trump juga dikenal anti masker. Namun dalam beberapa pekan terakhir akhirnya dia mengalah dan bersedia memakai masker.
Sikap Presiden dan para pejabat tinggi ini bertolak belakang dengan pernyataan juru bicara pemerintah Wiku Adisasmito.
Dia mendesak publik tetap disiplin dan mematuhi protokol kesehatan. Jangan percaya kepada takhayul dan pengobatan yang tidak jelas, kendati itu berasal dari pejabat publik dan selebritas.
“Pada saat darurat, kita semua membutuhkan fakta nyata yang jujur, berbasis ilmiah, untuk memberi kita harapan, ketenangan, dan kejelasan,” kata Wiku, profesor kebijakan kesehatan dari Universitas Indonesia.
Mantan Wapres Jusuf Kalla yang kini memimpin Palang Merah Indonesia (PMI) menilai Menkes Terawan punya andil besar dalam memperparah penanganan pandemi.
“Sampai bulan Maret sikap Terawan sama seperti Presiden Trump. Oh ini hanya flu biasa,” ujar Kalla.
Hmmm rupanya bukan hanya Presiden Jokowi yang kelasnya sama dengan Presiden Trump.
Menkes Terawan, kalau merujuk Jusuf Kalla, kelasnya ternyata juga sama. 11-12 juga. End.[]