[PORTAL-ISLAM.ID] Pekan lalu, Turki mengumumkan penemuan gas alam di Laut Hitam. Cadangannya diyakini terbesar dalam sejarah penemuan gas alam Turki.
Eksplorasi yang dilakukan oleh kapal bor Turki bernama Fatih itu menemukan sekitar 320 miliar meter kubik gas alam pada 20 Juli lalu.
Pemerintah Turki menargetkan penggunaan gas yang ditemukan itu pada 2023 mendatang.
Turki akan segera mulai aktivitas pengeboran di ladang gas alam itu, lalu membuat konsep produksi, dan meluncurkan pembangunan ladang energi berkelanjutan, kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, pekan lalu saat mengumumkan penemuan cadangan gas alam.
“Hari ini kami akan meninggalkan warisan penting untuk generasi mendatang,” ungkap Presiden Erdogan.
Erdogan menekankan semua aktivitas pengeboran dan penelitian seismik negaranya sepenuhkan menggunakan sumber lokal dan tak bergantung pada sumber asing.
Namun di balik kesuksesan ini, sebanyak delapan pemuda Indonesia turut berperan dalam penemuan cadangan gas alam ini.
Delapan warga Indonesia tersebut di antaranya adalah Beni Kusuma Atmaja, alumni Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB). Beni yang masih berusia 30 tahun itu adalah satu dari sekian banyak insinyur yang bekerja untuk perusahaan migas Turki yang menemukan cadangan gas alam di Laut Hitam.
Beni bahkan melatih pekerja migas Turki dalam bidang wireline drilling. Beni merupakan seorang insinyur dalam wireline drilling, teknik pengeboran ultra-dalam yang efisien dalam ekstraksi dari massa bebatuan dan penemuan migas.
"Tak banyak yang berpengalaman di bidang wireline drilling, itulah mengapa kami dipekerjakan di sini dan turut melatih tenaga lokal," ujar Beni Kusuma Atmaja, dalam keterangan resmi KJRI Istanbul kepada Anadolu Agency, pada Rabu (26/8/2020).
Selain Beni, putera Indonesia lain dalam misi penemuan sumber cadangan gas Turki di antaranya Randyka Komala, Bahriansyah Hutabarat, Rifani Hakim, Dian Suluh Priambodo, Hardiyan, Indra Ari Wibowo, dan Ravi Mudiatmoko.
Mereka bekerja di Turkiye Petrolery Offshore Technology Center, anak perusahaan Turkiye Petroleri, perusahaan minyak yang merupakan pemain penting dalam industri migas Turki.
Imam Asy’ari, Konsul Jenderal RI Istanbul mengapresiasi kontribusi delapan profesional Indonesia dalam proyek bersejarah ini.
“Hal ini menjadi contoh bagi anak muda Indonesia untuk terus berprestasi dan menuntut ilmu setinggi-tingginya,” ujar Imam.
Masuknya kedelapan pemuda itu, kata Imam, membuktikan Indonesia mampu bersaing di pasar tenaga kerja teknologi tinggi di dunia.
“Ke depan, diharapkan semakin banyak pemuda Indonesia yang mampu berkontribusi positif bagi perkembangan Indonesia dan dunia internasional,” terang Imam.
Bukan warga kelas dua
Pengamat migas Ibrahim Hasyim mengatakan, pekerja migas Indonesia di luar negeri umumnya pensiunan atau keluaran dari Pertamina dan mahasiswa yang lulus dari sekolah di luar negeri lalu langsung bekerja di perusahaan migas luar negeri. "Berapa banyak jumlah, saya belum mengetahui datanya," kata dia kepada Anadolu Agency.
Pengamat migas Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan kemampuan pekerja migas asal Indonesia di luar negeri memang dikenal cukup mumpuni, tidak kalah dengan pekerja migas dari negara lain.
Selain di Turki, para profesional migas asal Indonesia di luar negeri saat ini banyak bekerja di perusahaan multinasional di Malaysia, Abu Dhabi, dan Amerika Serikat. "Kapabilitas mereka cukup baik, cukup bersaing, dan pengalaman mereka sudah pernah bekerja di beberapa perusahaan multinasional," kata Fahmy kepada Anadolu Agency, Rabu.
Menurut Fahmy, para pekerja migas asal Indonesia memilih bekerja di luar negeri karena mendapatkan penghargaan lebih tinggi daripada di Indonesia. "Di Indonesia mereka merasa diperlakukan sebagai warga kelas dua, tidak sesuai kepabilitasnya, baik di perusahaan migas nasional maupun perusahaan migas asing," tambah Fahmy.
Maksudnya, meski kemampuan dan pengalaman pekerja migas Indonesia cukup tinggi, namun penghargaan dan kompensasi yang mereka terima tidak sebaik pekerja asing, bahkan di perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia.
Sebab itulah mereka lebih suka bekerja dan mengadu nasib di perusahaan migas di luar negeri.
(Sumber: Anadolu)