NO ROCKY NO PARTY, NO KARNI NO BERANI
By Balyanur
Tadi saya nonton ILC ketiduran. Pas bangun, persis saat Karni Ilyas mempersilakan Rocky Gerung bicara. Mata saya jadi segar lagi. Rupanya Rocky jadi pembicara terakhir. Setelah Karni Ilyas menutup ILC, kantuk saya malas balik lagi. Saya menyalakan komputer, menulis ini.
Rocky meminta biarkan gedung kejaksaan yang terbakar itu mangkrak, lengkap dengan jelaganya. Itu akan jadi semacam monumen ketidak adilan yang terbakar. Setiap rakyat melewati gedung itu, akan teringat carut marut rasa keadilan di negeri ini. (Video Rocky dibawah)
Karni Ilyas dalam kata terakhirnya melengkapi dengan pengalamannya menjadi wartawan bidang hukum selama kurang lebih 50 tahun, penegakan hukum di negeri ini bukan bertambah baik, tapi bertambah buruk. Sebelumnya, Boyamin Saiman yang katanya baru turun dari “pertapaannya” di gunung Lawu menyamakan gedung kejaksaan yang terbakar dengan mobil yang sial karena sering dipakai buat selingkuh.
Entah sudah berapa sesaknya perselingkuhan hukum dalam gedung itu selama gedung itu berdiri. Jaksa agung silih berganti, tapi selalu gagal membersihkan perselingkuhan. 6 Juni 2001 ada secercah harapan saat presiden Abdurahman Wahid mengangkat Baharuddin Lopa menjadi Jaksa Agung. Lopa dikenal sebagai pejabat yang super jujur, setara dengan Hoegeng.
Historia.id menulis, pada masa orba, Lopa menjabat sebagai kepala Kejaksaan Tinggi Makasar pada 1982, Lopa menyeret pengusaha Tony Gozal atas kasus manipulasi dana reboisasi. Tony dikenal punya hubungan dengan pejabat negara dan karenanya nyaris kebal hukum. Hakim memvonis bebas Tony. Lopa menelusuri latar belakang kejanggalan vonis itu dan menemukan adanya dugaan suap kepada hakim. Sebelum menuntaskan kasus ini, pada Januari 1986 dia mendadak dimutasi ke Jakarta menjadi staf ahli menteri kehakiman.
Mutasi dadakan pejabat yang jujur pada masa orba hal yang sangat lumrah. Lopa sudah kenyang dimutasi sana sini. Ketika sepak terjang Lopa menjadi ancaman periuk nasi para pejabat tingggi, Lopa dimutasi, hanya ditugaskan sebagai Direktur Jenderal Lembaga Permasyarakatan,dari tahun 1988 hingga 1995. Lopa tidak disibukkan lagi dalam mengusut kasus hukum.
Tapi sayangnya, Baharudin Lopa menjabat sebagai Jagung seumuran jagung. Beliau wafat pada tanggal 3 Juli 2001. Oleh rumah sakit di Arab Saudi disebut karena kegagalan jantung. Saat itu Lopa memang sedang umroh bersama keluarga. Kematian Lopa yang mendadak itu digambarkan oleh presiden Gusdur sebagai “Malam ini, salah satu tiang langit bumi Indonesia telah runtuh.”
Terjadi spekulasi di kalangan publik. Sebagian publik tidak percaya Lopa wafat karena sakit jantung. Historia.id menempatkan Lopa sebagai salah satu pejabat di bawah judul, Mereka yang Dihabisi Karena Memberantas Korupsi.
Sama dengan ketidak percayaan publik pada kebakaran kantor kejaksaan agung. Publik berspekulasi kantor jagung itu sengaja dibakar. Jangan tanya bukti pada publik. Publik hanya menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lain. Saat kantor itu terbakar, publik lagi gemes-gemesnya dengan kejaksaan. Kasus tuntutan penyiram Novel yang sangat ringan, disusul kasus Djokjo Tjandra, diperparah dengan kasus pejabat kejaksaan janda cantik yang bebas wara-wiri puluhan kali menemui Djoko Tjandra. Kalau bukan publik membongkar kasus janda cantik ini, kejagung anteng-anteng saja.
Ditambah dengan kepercayaan publik pada keterangan pemerintah sudah sampai titik nadir. Rocky mengistilahkan dengan peribahasa Inggris, you can lead a horse to water, but you can't make it drink. Kita bisa saja menyeret kuda ke sungai, namun kita tidak bisa memaksa kuda minum. Karena memang kuda hanya mau minum kalau dia haus saja.
Publik akan percaya pada keterangan pemerintah kalau diucapkan secara jujur. Penguasa bisa saja menguasai oipini publik, tapi tidak bisa memaksa publik percaya pada ucapannya. Apalagi penguasa yang oleh pendukungnya diakui sangat lemah dalam hal komukasi publik.
Rocky memberi contoh, saat SMRC merilis survei mengenai kondisi demokrasi Indonesia di masa Covid-19 yang menghasilkan 73 persen rakyat percaya bahwa pemerintah bisa memimpin keluar dari krisis ekonomi akibat dari Covid19, dihadiri oleh Mahfud MD. Kalau saja hasil survei itu jeblok, tentu Mahfud MD tidak akan ada disitu. Padahal entah disadari atau tidak, dengan hadirnya pejabat setingkat Menko, malah menambah ketidak percayaan publik pada hasil suvei itu.
Kalau saja saya bukan penggemar Rocky, pasti saya akan berpikir ada kecacatan logika Rocky dalam hal ini. Rocky mengatakan, hasil survei itu karena sebelumnya pemerintah mengucurkan dana ber em em rupiah untuk influencer. Padahal sebelumnya Rocky mengatakan, publik sudah tidak percaya apa yang diucapkan pemerintah. Mau diprovokasi atau tidak oleh influencer, ya tetap nggak percaya dong.
Tapi saya memahami Rocky yang kerap memasukan beberapa fakta yang mungkin saja tidak berhubungan dalam satu kalimat hingga nampak berhubungan. Jadi, soal influencer itu sama dengan sisipan kata colongan.
Diperparah lagi, keterangan antara satu pejabat dengan pejabat lain saling bertentangan. Bukan hanya soal kebakaran gedung kejaksaan ini saja, dalam banyak hal. Para pejabat, anak buah presiden Jokowi memang dikenal kalau ada peristiwa saling berebutan ngomong, pada nyari panggung masing-masing. Hingga semakin banyak omong, publik semakin bingung.
ILC malam ini bukan hanya No Rocky, No Party. Kehadiran Rocky setelah sekian lama diabsenkan, oleh Rocky digambarkan dengan No Karni, No Berani.
[Viedo - Rocky ILC]