Penulis: Tony Rosyid (Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)
Usia gak ada yang tahu. Umumnya, yang tua lebih dulu meninggal dari yang muda. Meski ada yang muda meninggal duluan. Itu semua rahasia Tuhan.
Presiden ke-5 Megawati sudah sepuh. Usianya 73 tahun. Kita doakan beliau sehat dan diberi usia panjang. Jasanya besar, terutama bagi kader PDIP.
Siapa pengganti beliau di PDIP kelak? Ini menarik. Tokoh paling potensial ada dua. Pertama Puan Maharani. Anak biologis dan trah Soekarno. Kedua, Jokowi. Kader yang saat ini memegang kekuasaan politik. Hitung-hitungan ini, jika kita mengesampingkan posisi Prananda, putra Megawati yang lain.
Apakah Puan Maharani atau Jokowi yang akan mengganti Megawati, ini sangat bergantung pada situasi obyektif. Jika pergantian itu disaksikan Megawati, maka Puan lebih besar peluangnya. Sebab, Mega bisa mengontrol semua jalannya suksesi ini. Ucapan Mega adalah Sabdo Pandito Ratu buat kader PDIP. Tak ada yang berani melawan.
Mega layak mempertimbangkan untuk melakukan suksesi lebih cepat. Ini akan jadi strategi yang efektif untuk memuluskan regenerasi kepemimpinan sesuai ekspektasi. Sebut saja “suksesi calon tunggal”.
Tapi, jika suksesi itu ternyata terjadi tanpa kesaksian Megawati, Jokowi punya peluang. Meski bukan anak biologis, juga bukan “kader yang dirindukan”, kekuasaan yang saat ini ada di tangan Jokowi punya peranan besar. Ingat ketika Jusuf Kalla, wapres saat itu, menggusur Akbar Tanjung dari ketum Golkar? Ingat ketika Jokowi inginkan Setya Novanto ambil Golkar, meski Ade Komaruddin menguat?
Soal pengaruh, Jokowi sudah jadi legenda di mata kader PDIP. Fakta ini tak bisa dipungkiri. Meski kalangan elit PDIP lebih bersikap rasional. Maksudnya, punya hitung-hitungan pragmatis. Bergantung mana yang menguntungkan bagi mereka. Dalam konteks ini, pasti lebih menguntungkan jika mereka dukung Jokowi. Sebab, Jokowi adalah penguasa. Akses logistik dan tawaran posisi berlimpah.
Jika Jokowi ditakdirkan jadi Ketua Umum PDIP, maka Gibran dan Bobby, anak dan menantu Jokowi punya masa depan karir politik yang lebih menjanjikan. Disini ada peluang untuk membangun dinasti politik baru.
Sebaliknya, jika Jokowi turun sebelum 2024, otomatis Jokowi tamat. Tak perlu ada analisis lagi.
Tapi, jika Jokowi sampai 2024, dan suksesi terjadi minus Mega, ini akan menarik. Jokowi tetap punya kekuatan untuk melawan Puan Maharani. Setidaknya, kolega dan kekuatan logistik, Jokowi lebih siap. Adu kuat trah Soekarno dengan Jokowi akan seru.
Kelompok ideologis akan dukung Puan Maharani. Sementara, Jokowi akan didukung oleh kelompok pragmatis. Mana lebih besar, apakah kelompok ideologis atau pragmatis, ini akan menentukan siapa pemenangnya.
Semua akan bergantung pada situasi obyektif saat terjadi peralihan kepemimpinan di PDIP. Inilah yang akan menentukan siapa pemenang antara Jokowi vs Puan Maharani.