Hari Asyura: Pembeda Sunni - Syiah
Ahlussunnah menghidupkan hari itu dengan sunnah Rasulullah, shaum Asyura.
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa di hari Asyura (10 Muharram), maka beliau menjawab : “Puasa hari itu menghapuskan dosa-dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162).
Sementara, Syiah akan mengisi hari itu dengan melukai diri sendiri meratapi kematian Sayyidina Husein dan tidak shaum Asyura.
Lantas, apakah Ahlussunnah tidak sedih dengan kematian Sayyidina Husein?
Tidak meratapi bukan tidak berduka.
Sedihnya kita bukan sekedar wafatnya beliau, juga wafatnya ayah dan abang beliau yang dibunuh sama juga layak untuk disedihkan.
Bahkan wafatnya Rasulullah SAW jauh lebih layak untuk berduka.
Tetapi karena tidak diajarkan oleh generasi sahabat, bahkan tidak diajarkan oleh Sayyidina Ali dan Sayyidina Husein meratapi hari wafatnya Nabi, maka kitapun tidak meratapinya.
Itulah bedanya Ahlussunnah (Sunni) dengan Syiah.
(Ustadz Ispiraini Bin Hamdan)