[PORTAL-ISLAM.ID] Upaya pemblokiran film dokumenter 'Jejak Khilafah di Nusantara' di media sosial mendapat respons beragam. Meski banyak yang penasaran, tidak sedikit yang meragukan kredibilitas film tersebut.
Terlebih, adanya sanggahan dari Prof Peter Carey, seorang Jawanis (peneliti Jawa) asal Inggris, yang disampaikan asistennya Cristopher Reinhart. Sanggahan tersebut menegaskan tidak adanya hubungan antara kerajaan Islam di Jawa dengan Turki Utsmani. Sanggahan tersebut diambil atas korespondensi Prof Carey dengan Dr Ismail Hakki Kadi, ahli sejarah hubungan Utsmaniyah- Asia Tenggara pada 18 Agustus 2020.
Namun, pemerhati sejarah asal Solo, Dr. Kasori Mujahid punya pendapat berbeda. Dia menjelaskan, terdapat sumber Arsip Turki Utsmani menyebut para penduduk di Jawa dan Sumatra di masa yang lampau, sebelum Islam datang.
Di arsip Ottoman itu banyak dokumen yang tersimpan rapi. Ada yang sudah dikodifikasi, misal dengan kata kunci: cava (jawa), endonezya (indonesia), açe (aceh), dsb. Tapi juga masih banyak yang belum dikodifikasi. Kodifikasi ini pun tidak termasuk penerjemahan alias masih bahasa Osmanlica.
Berdasarkan bukti-bukti (peninggalan) kuil, candi, dan kuburan telah memeluk agama Budha dan Brahma yang berasal dari Tiongkok dan India. Namun menjelang Abad XIII, terjadi migrasi besar-besaran kaum Muslim (dari Arab dan Persia) untuk tujuan komersial (berdagang) dan menyebarkan agama Islam, penduduk Jawa dan Sumatra mengalami transformasi agama dengan damai dan selanjutnya Islam berakar dalam masyarakat.
Tidak hanya itu, Doktor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta yang menulis disertasi tentang relasi Demak dengan Turki Utsmani ini menjelaskan, pada abad yang lebih muda, ada surat yang merekam ucapan selamat dari Pakubuwono X saat Sultan Abdul Hamid II selamat dari upaya pembunuhan dan kudeta. Menurut Kasori, surat tersebut ada pada arsip Turki Utsmani. Isinya menjelaskan ucapan selamat Sultan Surakarta Abdurrachman (gelar PB X). Dia pun menunjukkan isi korespondensi tersebut. Bunyinya:
"Cava Adasindaki Surakarta gehrinin rocasi Abdurrchman'in, Sultan 2. Abdulha mid suikasttan kurtulmasi uzerine Batavya Bo cehbenderligi araciligryla urz ettiyi tebrik yazisinin, sultan'a sunuldugu hakkindadir."
Menurut dia, banyak sumber barat yang mencatat hubungan para ulama Demak dengan negeri-negeri di Timur Tengah dan Turki Utsmani. Diantara sejarawan yang menulis relasi tersebut adalah Tome Pires, Mendez Pinto, dan H.J De Graaf. “Mereka menulis itu dengan alasan yang kuat. Relasi itu ada terlepas apakah cuma inspirasi atau hubungan diplomasi,” ujar dia saat berbincang dengan Republika lewat sambungan telepon, Kamis (20/8/2020) malam.
Dia mencontohkan, dalam buku 'Kerajaan-Kerajaan Islam' karya Graaf dan Pigeaud, Graaf mencatat bahwa hubungan internasional masyarakat Jawa dengan Turki Utsmani sudah terjalin sejak berdirinya Kesultanan Demak. Dikatakannya, Demak membangun komunikasi dengan Turki Utsmani melalui para ulamanya baik dalam urusan pengembangan dakwah Islam maupun bidang lainnya.
Graaf menerangkan, di antara Jemaah (ulama) Demak mempunyai akses langsung untuk membangun kerjasama dengan Syarif Mekkah dan bahkan Turki Utsmani, seperti peran Sunan Gunung Jati dalam pengusulan pemberian gelar sultan bagi Sultan-sultan Demak. Dalam kutipannya, Graaf menyatakan:
"Terdapatnya Jemaah yang sangat berpengaruh dan dapat mengadakan hubungan dengan pusat-pusat Islam internasional di luar negeri (di Tanah Suci Mekkah, dan bila perlu dengan Khilafat Turki) mungkin merupakan hal yang membedakan pemerintahan negara Keraton Majapahit “kafir” lama itu dengan Kesultanan Demak yang masih muda."
Graaf menyebut sebelum Demak berdiri, para ulama di Jawa telah membangun hubungan dengan Turki Utsmani yang saat itu terkenal di dunia Islam pasca merebut Konstantinopel. Menurut Kasori, Graaf merujuk data dari Tome Pires yang pernah melancong ke Demak dan menulis perjalanannya sekitar 1515.
Meski demikian, dia menjelaskan, Graaf tidak merinci hubungan dan kerjasama lain antara Turki dan Demak. Graaf tidak menyebut secara jelas kapan terjadinya hubungan Turki-Demak dan bagaimana kronologinya. Kapan Raden Fatah, Pati Unus atau pun Trenggana diresmikan menjadi Sultan oleh Syarif Makkah.
Sumber: Republika