Banyak yang sempat bersemangat. Pasalnya? Mantan komisioner KPU, Wahyu Setiawan (WS), akan membongkar kecurangan dalam pemilu, Pilpres dan pilkada 2019. Wuih! Pasti bakal seru sekali. Om Wahyu akan maju sebagai ‘justice collaborator’. Artinya, dia akan menjadi ‘rekanan keadilan’. Hebat, bukan?
Pastilah. Menjadi ‘rekanan keadilan’ atau ‘rekanan penegakan hukum’ itu sangat mulia. Akan membongkar kecurangan Pilpres 2019 pula lagi. Makin mantaplah barang ‘tu.
Eh, eh. Sehari kemudian berbalik. Tim pengacaranya mengatakan, itu tidak benar. Tidak benar Om Wahyu akan menjadi ‘juctice collaborator’. Itu hanya pernyataan pribadi Saiful Anam –salah seorang anggota tim pembela Om WS. Yang mengatakan bahwa itu adalah pernyataan pribadi adalah Tony Akbar Hasibuan (22/7/2020), juga pengacara.
Kata Tony, yang akan dibongkar WS hanya hal-hal yang terkait dengan kasus sogokan dari Harun Masikhu. Yaitu, kemungkinan keterlibatan partai, lembaga, perorangan, hingga komisioner KPU terkait proses penggantian antar waktu (PAW) untuk Masikhu.
Banyak yang geleng kepala. Kok Om Wahyu berubah sikap. Dalam waktu 24 jam saja. Tapi, publik perlu paham bahwa membongkar kejahatan Pilpres 2019 sangat tinggi taruhannya. Siraman air keras bisa jadi harga yang terendah.
Om Wahyu bisa menakar konsekuensi yang akan dia terima. Kecuali dia sudah paham bahwa membongkar kejahatan Pilpers 2019 akan membuat dia menjadi terhormat setelah kehinaan yang dirasakannya karena menerima sogok.
Apakah ada tekanan terhadap WS? Bisa jadi juga. Sebab, para pelaku kecurangan Pilpres 2019 pastilah sadar apa yang akan terjadi kalau Om Wahyu benar-benar membongkar kecurangan itu. Para pelaku tak bakalan bisa mengelak. Karena si mantan komisioner KPU itu tentu tahu seluruh proses kecurangan.
Sekarang, publik gigit jari. Kecurangan Pilpres 2019 itu secara otomatis diakui keberadaanya oleh WS lewat pernyataan Saiful Anam. Tetapi, tak jadi dibeberkan oleh si mantan komisioner yang memilih untuk tetap menjadi orang yang hina.
Wahyu lebih suka menjadi ‘justice collaps-borator’ alias ‘penghancur keadilan’ alias ‘peruntuh penegakan hukum’. Dia memilih untuk terus-menerus menjadi buronan penyesalan. Di dunia dan di akhirat.
Semoga besok-lusa berbalik lagi menjadi ‘juctice collaborator’.
24 Juli 2020
By Asyari Usman
(Penulis wartawan senior)