[PORTAL-ISLAM.ID] Pendiri Yayasan Pendidikan Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri, selaku pihak penggugat akhirnya buka suara perihal gugatan sengketa pemilu presiden yang dimenangkannya di Mahkamah Agung (MA).
Putusan itu terkait mengenai uji materi pasal 3 ayat 7 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) mengenai penetapan pemenang pilpres saat yang berlaga hanya dua pasangan saja.
Dalam gugatan ini, Rachmawati dan sejumlah penggugat menilai aturan tersebut bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, yaitu UU Pemilu 7/2017 dan UUD 1945 Pasal 6A.
Gugatan yang diajukan pada 13 Mei 2019 itu teregister 14 Mei 2019 dengan nomor 44P/HUM/2019 sudah mendapat putusan pada 28 Oktober.
Namun demikian, Rachmawati mengaku baru mendapat salinan putusan itu pada tanggal 3 Juli 2020.
“Perlu saya sampaikan bahwa kami menerima salinan putusan tersebut pada tanggal 3 Juli 2020,” tegasnya dalam sebuah video yang diunggah di akun YouTube Rachmawati Soekarnoputri Official pada Minggu (12/7)
Menyikapi putusan itu, Rachmawati menegaskan bahwa dirinya berada dalam posisi menghormati kedua produk putusan, baik Mahkamah Konstitusi (MK) maupun Mahkamah Agung (MA).
Menurut Mbak Rachma, begitu dia disapa, permohonan yang diajukan pihaknya memiliki objektum litis yang berbeda dengan putusan MK dan tidak bersifat mutatis mutandis.
“Objektum litis yang kami ajukan perihal produk hukum yang dikeluarkan oleh KPU, yaitu norma pasal 3 ayat 7 PKPU 5/2019,” tekannya.
Atas alasan itu, Rachmawati menyoroti institusi KPU dalam menyikapi putusan ini. Seharusnya, pihak KPU tidak buru-buru menetapkan pemenang pilpres pada 20 Oktober 2019 dan menunggu hasil putusan MA yang terbit sepekan setelah pengumuman itu.
“Pihak KPU seharusnya menunda tahapan pilpres, ketika permohonan uji materiil kami telah diregister oleh MA pada tanggal 14 Mei 2019,” demikian Rachmawati Soekarnoputri.
Sumber: rmol.id