Pesan "MOSI TAK PERCAYA" Untuk Menteri Pendidikan
Obyektivitas penilaian atas proposal seharusnya memang bukanlah kriteria satu-satunya dalam seleksi program POP. Terbukti, ada problem etis yang sangat mengusik sesudah identitas para pengusul proposal dibuka. Dan problem etis ini menjadi berlipat-lipat ketika sejumlah orang di sekitar Menteri Pendidikan patut diduga terlibat conflict of interest. Salah satu Dirjen yang baru diangkat di Kementerian Pendidikan diketahui pernah bekerja di Sampoerna University dan Tanoto Foundation. Begitu juga salah satu staf khusus menteri, pernah bekerja sebagai manajer corporate di PT HM Sampoerna. Sehingga, sudah benar jika organisasi besar seperti Muhammadiyah, NU, dan juga organisasi profesi seperti PGRI kemudian mundur dari program ini.
Presiden, sebagai atasan Menteri Pendidikan, seharusnya menyadari jika mundurnya Muhammadiyah, NU dan PGRI secara etis dan politis sebenarnya merupakan bentuk mosi tidak percaya terhadap program Kementerian Pendidikan. Sehingga, program ini sebaiknya dihentikan. Evaluasi dulu konsepnya secara matang dan menyeluruh. Apalagi, anggaran program ini sangat besar, mencapai Rp595 miliar, sementara targetnya hanya 50 ribu guru di 5000 sekolah. Artinya, jika basis perhitungannya guru, biaya pelatihan per guru mencapai Rp11,9 juta. Sementara, jika basis perhitungannya adalah sekolah, biaya pelatihan per sekolah mencapai Rp119 juta. Apakah angka-angka itu merupakan satuan biaya yang pantas?
Saya tak berharap mosi tak percaya semacam ini akan meluas dalam bidang-bidang lainnya. Jangan sampai masyarakat berpikir bahwa pemerintahan saat ini bergerak seenak udelnya sendiri.
(By Tarli Nugroho)
*Sumber: fb