[PORTAL-ISLAM.ID] Aktivis HAM asal Papua, Natalius Pigai mengaku kecewa dengan dirubahnya museum Hagia Shopia di Istanbul Turki sebagai Masjid. Namun mantan Komnas HAM ini memaklumi hal itu sebagai perang peradaban.
“Saya sebagai Nasrani memang pahit ini. Tapi itulah realita perang peradaban,” tulis Pigai di akun twitternya, Ahad (12/7/2020).
Dia menyebut, Hagia Shopia mempunya perjalanan panjang. Dari Turki Utsmani hingga era Erdogan. Ia pun meminta pihak Islam agar tidak kecewa soal Masjid peninggalan khalifah Nasrid, Almrah di Spanyol yang kini telah diganti menjadi Gereja.
“Usmani rebut tempat ibadah kami, Barat support ataturk netralkan Hagia Sopia. Erdogan kembalikan kejayaan usmaniyah. Kalian juga tidak terus nangis karena Alhamra kami rebut kembali. Truly games!” ujar Pigai.
Pigai juga menegaskan Hagia Shopia telah dirampas Utsmani.
"2 hari ini Saya diskusi terbuka & ilmiah ttg Hagia Shopia tapi tdk ada Intelektual Muslim yg bisa meyakinkan Saya dgn narasi yg jelas seputar peristiwa dari Gereja ke Mesjid. Mrk hanya bisa tunjuk surat Transaksi yg perlu dibuktikan. sedangkan saya jelaskan peritiwa dgn dasar pustaka bahwa itu dirampas!" tegas Pigai.
Pernyataan Natalius Pigai ini banyak yang kemudian menanggapi denga kasar dan bullyan. Sesuatu yang tidak bijak.
Namun pengamat internasional Hasmi Bakhtiar memberi tanggapan dengan bijak.
"Mungkin bukan gak bisa jelaskan, pak. Hanya kita, minimal saya dengan bapak punya background literasi yang berbeda. Apalagi di issue ini sarat dg sentimen agama. Makanya gak akan selesai dg diskusi di twitter. Bicara dari kacamata hukum lebih menarik dan logis saya kira," ujar @hasmi_bakhtiar.
"Misal, kitab Abdul Wahhab Assyarqawi tentang dokumen Ottoman-Rusia-Amerika atau kitab2 karangan Ahmet Hikmet Eroglu atau tulisan2 Ahmad Nurinnu’aimi terkait sejarah Ottoman gak akan selesai jika diadu dg bacaan pak Pigai," kata alumni Al-Azhar Cairo ini.
"Kalau bicara luka, semua akan terluka ketika kalah dalam peperangan. Kalau bicara hukum, semua yang ada di Konstantin waktu itu menjadi milik Alfatih dan pasukan sbg rampasan perang termasuk Hagia Sophia. Petinggi gereja sampai rakyat jelata berhak dia jadikan budak."
"Tapi Alfatih membebaskan para petinggi gereja dan membayar Hagia Sophia dg uang pribadinya. Bahkan Alfatih menjamin keselamatan semua rakyat Konstantin. Gw belum pernah membaca sejarah penaklukan di manapun yang lebih hebat menjaga HAM dibanding penaklukan ini," ujar Hasmi yang saat ini study Hubungan Internasional di Lille Prancis.
"Terkait dokumen pembelian oleh Alfatih, itu bukan lagi ranah perdebatan karena itu suatu fakta. Terkait percaya atau tidak sama sekali gak mengubah fakta," kata Hasmi.
"Penutup, gw sangat respect pada pak Pigai. Gw gak akan kecewa dg sikapnya karena memang sejarah kita begitu adanya. Ke depannya kita bisa mengukir sejarah yang jauh lebih baik walau Tuhan kita berbeda. Semoga suatu hari kita bisa bertemu. Salam," tutup Hasmi di akun twitternya.
Mungkin bukan gak bisa jelaskan, pak. Hanya kita, minimal saya dengan bapak punya background literasi yang berbeda. Apalagi di issue ini sarat dg sentimen agama. Makanya gak akan selesai dg diskusi di twitter. Bicara dari kacamata hukum lebih menarik dan logis saya kira. https://t.co/H4GDyyoulx
— Hasmi Bakhtiar (@hasmi_bakhtiar) July 13, 2020