LOBSTER DAN GESEKANNYA
Kata Fahri Hamzah:
LOGIKA EKSPORT.
"Lobster itu produksi (netas) rutin. Minyak dan Mineral perlu jutaan tahun, Kok gak dilarang?Tambang bisnisnya orang kaya. Lobster bisnisnya nelayan miskin, Kok rakyat dilarang? Laut itu luas, 3 kali daratan. Punah itu fiksi yg tidak adil bagi nelayan."
Bicara kepunahan, Lobster bukan Gajah atau Badak bercula satu dimana melahirkan 1x dalam 5 tahun. Kelahirannya pun hanya 1 ekor. Lobster bisa menetaskan telurnya pertahun, dengan jumlah banyak.
Menteri Edhy: Seekor lobster bisa bertelur hingga satu juta
https://www.antaranews.com/berita/1592806/menteri-edhy-seekor-lobster-bisa-bertelur-hingga-satu-juta
Lobster gak akan punah ketika benihnya yang diambil. Lobster akan punah, jika induknya yang diambil dan diperjualbelikan.
Telur lobster yang ditetaskan, akan menghasilkan benur (benih bening). Di lautan luas, benih ini akan mengarungi lautan sejauh ratusan mil. Dalam kondisi benih, sangat rentan baginya bisa hidup dewasa ditengah lautan lepas, karena ada predator yang selalu mengancam.
Itu sebabnya, peluang hidup benih menjadi dewasa hanya 0,1% saja, jika dibiarkan pada lautan lepas. Jika di budidayakan pada keramba apung atau tempat khusus, peluang hidup hingga dewasa mencapai 70%. Dengan hasil ini, benih akan semakin baik dibudidayakan sendiri daripada dilepas ke lautan.
BUDIDAYA
Persoalan budidaya, pasti membutuhkan banyak biaya. Selain itu, jika ada nelayan budidaya, maka mereka pun akan rentan dengan permainan harga. Jumlah eksportir yang terbatas, menyebabkan budidaya lobster ini mayoritas menjadi bisnis segelintir pengusaha aja.
Kebijakan Susi yang melarang ekspor benih lobster, menyebabkan nelayan terlunta. Nelayan itu memiliki spesialisasi sendiri. Mereka akan mencari ikan yang memang menguntungkan baginya.
Ada nelayan tuna, khusus menangkap tuna. Nelayan ini gak akan mau menangkap ikan lain, selain tuna. Dia tau dimana titik ikan tuna ikan berkumpul, dan menuju kesana dalam kurun waktu tertentu. Ada nelayan yang menangkap tuna kecil, yang kita namakan tongkol atau cikalang. Nelayan ini gak akan mau menangkap cumi atau gurita, fokusnya tetap pada tongkol atau cikalang.
Demikian juga nelayan benih lobster. Berpuluh-puluh tahun mereka mengerjakan itu, akan jadi kesusahan saat mereka harus mengalihkan menangkap ikan lain. Kebijakan larangan Susi, memberikan bantuan modal benih ikan karapu dan jenis lain pada nelayan benih lobster untuk berbudidaya. Sayang, nelayan benih kesulitan untuk menjalankan.
Karena kebiasaan turun temurun dan keseharian yang menangkap benih, membuat mereka tidak berjalan maksimal saat mengalihkan tangkapan ke budidaya ikan intruksi Susi. Akhirnya mereka kembali menekuni menangkap benih lobster secara diam-diam. Hal ini yang dimanfaatkan mafia selundup untuk tetap berdayakan mereka.
Dulu ekspor dilarang, tapi penyelundupan malah semakin liar. Yang ditangkap kurir dan para nelayan, pemain besarnya tertutupi.
Sekarang era berubah, kebijakan Susi dicabut. ekspor mulai dibolehkan. Nelayan benih gembira karena ada masa depan yang mereka jelang. Tapi regulasi harus ada, fokus bukan pada ekspor benih semata. Tapi menggalakkan juga budidaya.
Untuk itu menggandeng pihak swasta untuk mengadakan mitra dengan nelayan benih lobster. Negara memiliki BUMN perikanan, namun kendala utama pastinya ketersediaan dana dan cakupan wilayah yang tersebar luas.
Puluhan ribu nelayan, sangat riskan apabila hanya dihandle oleh BUMN. Kita punya pengalaman bagaimana BPJS kesehatan dan PLN sendiri keteteran dengan tanggung jawab mereka mengurus masyarakat. karena tidak mau berbagi dengan swasta.
Ekspor benih harus ada kuota, sampai persiapan infrastruktur budidaya siap untuk dijalankan. Ada yang bilang,
"Kenapa gak budidaya dulu saja. Baru nanti ekspor lobster ukuran dewasa?"
Idenya bagus, tapi mendewasakan benih membutuhkan waktu. Dalam kurun waktu itu, nelayan yang menggantungkan pendapatan pada benih, mau makan apa?
Sekarang semuanya dijalankan bersama. Ekspor benih sambil mempersiapkan infrastruktur untuk budidaya. Setelah semuanya siap, benih akan diberdayakan sendiri. Kita akan pacu Vietnam dengan kemampuannya produksi lobster.
Perusahaan yang terdaftar harus mempunyai nelayan benih sebagai mitra. Mereka bertanggung jawab sejahterakan mitranya dan harus mempersiapkan lahan untuk budidaya. Regulasinya lewat kementerian KKP, tingkat harga tidak boleh merugikan nelayan. Ada harga ketetapan yang akan dijadikan patokan.
Selama ini nelayan menjual benih dengan harga yang ditekan oleh pengepul yang jumlahnya tidak seberapa. Nelayan gak ada pilihan, selain menjual benih pada mereka. Sekarang, pengepul harus berbentuk badan usaha. Harus terdaftar dan memiliki kemampuan untuk membina kelompok nelayan di wilayahnya.
Nelayan yang mengarungi lautan, mereka menjual pada perusahaan dengan harga ketetapan dari KKP sebagai institusi yang mengeluarkan regulasinya untuk melindungi nelayannya.
Hubungan nelayan dan perusahaan eksportir sama dengan hubungan driver online dengan Gojek/Grab. Nelayan dan driver adalah mitra perusahaan, yang membedakannya adalah regulasi yang berpihak pada mitra.
Di driver online, belum ada regulasi dari Kemenhub mengenai kesejahteraan driver dan ketetapan tarif yang sesuai keinginan driver.
Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) saat ini fokus membangun kesejahteraan nelayan Indonesia yang selama era Susi seperti ada anak tiri dan anak kandung.
Bisnis lobster memang bisnis yang menggiurkan. Selama ini pemain ekspornya hanya segelintir. Ketika kran dibuka dan dibebaskan siapa saja boleh bermain, banyak kalangan pemain lama kelabakan. Mereka takut persaingan terbuka. Selama ini mereka nyaman sebagai pemain tunggal dan memonopoli harga pasaran.
Alhasil harga lobster selalu mahal di pasaran.
Asal anak negeri yang bermain bisnisnya, itu yang kita harapkan. Jangan sampai pemainnya dari asing dan menguasai pasarnya disini. Ketika anak negeri ingin terjun langsung, kenapa harus disewotin? Harusnya kita bangga, bisnis ini masih rakyat Indonesia yang kuasai. Bukan asing dan aseng.
Jika meragukan, baiknya terus awasi dan jadilah mata bagi perusahaan yang curang. Laporkan bila ada pelanggaran agar ada sanksi bagi perusahaan yang culas tanpa mematuhi aturan.
Saya ingin makan lobster, tapi dengan harga terjangkau. Jika sukses pola kemitraan perusahaan dan nelayan dalam pembinaan kesejahteran dan budidayanya, gak mimpi kan makan lobster dengan harga terjangkau? Karena semuanya ada disini dan bisa kita nikmati.
(By Iwan Balaoe)