JOKOWI MERASA NGERI
Presiden Jokowi mengatakan dia ngeri dengan situasi yang akan dihadapi. Pertumbuhan ekonomi bisa minus 8%. Pak Joko masih belum puas dengan cara kerja para menterinya. Harus bekerja lebih keras lagi. Lebih serius lagi. Harus ada perasaan krisis (sense of crisis).
Begini Pak Joko. Yang lebih ‘horrific’, lebih seram, lagi nanti ialah ketika Anda ditanya di Akhirat tentang kekuasaan Anda, Pak. Bagaimana mendapatkannya; bagaimana menggunakannya dan untuk siapa. Perasaan ngeri Anda selagi Anda duduk di Istana, tak ada apa-apanya dibandingkan dengan teror di Padang Mahsyar, kelak.
Di Akhirat sana tidak ada lagi yang pasang badan untuk Anda. Tidak ada Pak Luhut. Tidak ada Pak Hendro. Tidak juga Pak Tito. Panjenengan akan berdiri sendirian menjawab interogasi Allah al-Aziz al-Hakim.
Tidak bisa berkilah. Yang ada malahan saksi-saksi yang mungkin akan memberatkan. Ketua KPU akan dipanggil. Ketua MK akan dihadirkan. Ketua MA akan tampil. Semua mereka akan berbicara apa adanya. Semua mereka akan tertunduk jujur. Begitu pula orang-orang kuat Anda yang lainnya. Siapa pun dia.
Para ketua parpol koalisi akan bersaksi juga. Mereka akan membeberkan semuanya. Sesuai dengan rekaman CCTV yang disimpan oleh malaikat Rakib dan Atid. Rekamannya lengkap. Kedua malaikat ini tidak akan pernah “salah input” seperti di KPU.
Tak seorang pun yang berani membolak-balikkan fakta. Para buzzer Anda membisu ketakutan. Denny Zulfikar Siregar, Abu Janda, Ade Armando, dll, tidak lagi bisa kebal hukum. Di sana, mereka tak bisa lagi seenaknya.
Tim hukum yang tempohari membela Anda di MK, juga akan diperiksa tuntas. Semua akan dibukakan secara transparan. Niat mereka pun akan ditunjukkan. Apalagi perbuatan mereka.
Tapi, Pak Joko, semua informasi tentang kengerian dahsyat di Akhirat sebagaimana diuraikan di atas, hanya berlaku bagi orang-orang yang percaya pada Hari Kebangkitan. Bagi yang tidak mengimaninya, tentu cerita ini tak relevan.
Artinya, semua ini seratus persen soal percaya atau tak percaya. Beriman atau tidak beriman. Banyak orang yang pura-pura percaya, padahal mereka tidak.
By Asyari Usman
(Penulis wartawan senior)