Sabtu, 31 Maret 2018. Hari itu dimulai Festival Seni Yeditepe Biennial di Istanbul. Pembukaannya bertempat di Hagia Sophia oleh presiden Turki. Secara mengejutkan, Recep Tayyib Erdogan selaku presiden membacakan surat Al-Fatihah dan mendo’akan “arwah para pejuang yang telah meninggalkan bagi kita pekerjaan ini sebagai warisan, khususnya untuk penakluk Istanbul”.
Dunia tersentak. Media massa segera bereaksi. Beberapa tokoh marah. Mereka kecewa Erdogan mendo’akan Muhammad Al-Fatih beserta para pejuang; pasukan yang membebaskan Konstatinopel. Mereka tidak terima Erdogan berdo’a di tempat yang menjadi simbol kejayaan Romawi Timur. Apalagi mendo’akan para pejuangnya, terutama tokoh paling simbolik keruntuhan mereka, yakni Muhammad Al-Fatih. Mereka lupa –atau pura-pura lupa—bahwa Masjid Cordoba (مسجد قرطبة العظيم) sampai hari ini masih mereka jadikan sebagai gereja Kathedral dengan nama Mezquita Cathedral alias Kathedral Masjid, nama yang menghinakan kekalahan muslimin saat itu. Unesco menjadikannya sebagai warisan dunia.
Tindakan Erdogan itu memunculkan ketakutan tentang apa yang selama ini mereka khawatirkan, yakni dugaan bahwa Erdogan berupaya mengembalikan kejayaan Turki Usmani. Maka pembacaan Al-Fatihah untuk pertama kalinya dari seorang pejabat tertinggi negara di Aya Sofya sejak 1930 itu sangat mengganggu kenyamanan mereka. Kekhawatiran terjadi. Banyak yang berspekulasi bahwa Hagia Sophia akan kembali menjadi masjid di bawah Erdogan.
Sebenarnya, pembacaan Al-Qur’an di Hagia Sophia pada hari itu bukanlah pertama kali. Sebelumnya, benar-benar untuk pertama kali seorang ulama membacakan ayat suci Al-Qur’an pada tanggal 11 April 2015. Begitu Ali Tel –nama ulama yang sehari-harinya merupakan imam Masjid Ahmet Hamdi Akseki di Ankara tersebut– membacakan ayat-ayat Al-Qur’an, perasaan yang hadir seperti diaduk-aduk. Di luar ada yang histeris. Ini pertama kali terjadi ada pembacaan ayat Al-Qur’an setelah 85 tahun dilarang. Hagia Sophia ditutup sejak tahun 1930, tetapi larangan keras melaksanakan ibadah di dalamnya meskipun hanya sekedar berdo’a atau membaca ayat Al-Qur’an semenjak 1931. Pada tahun 1934, Hagia Sophia resmi diubah fungsi sebagai museum.
Maka pembacaan Al-Qur’an pada pembukaan Festival Seni Yeditepe Biennial, 31 Maret 2018 itu membuat kerinduan muslimin semakin memuncak. Keinginan untuk segera mengembalikan Hagia Sophia menjadi masjid seperti masa Turki Usmani kian membuncah, menambah derasnya luapan keinginan semenjak pembacaan Al-Qur’an oleh Ali Tel tanggal 11 April 2015 itu. Erdogan sendiri menggambarkan pembacaan ayat suci Al-Qur’an malam itu, di ujung bulan Maret itu, sebagai hal yang “luar biasa agung dan suci”, sekaligus merupakan pengalaman yang “sulit diungkapkan sekaligus sangat emosional”.
(Mohammad Fauzil Adhim)
[Video - Erdogan 31 Maret 2018 di Aya Sofya]