Beragama Jalan Dakwah
Saat ini saya di Jogja. Dan kalau saat ini saya buka aplikasi peta di HP, kemudian saya ketikkan tujuan ke Semarang. Maka aplikasi peta itu akan memberikan saya pilihan. Setidaknya ada 3 pilihan rute.
Pertama lewat Ambarawa, kedua lewat Boyolali dan ketiga lewat Kopeng Salatiga. Masing-masing lengkap dengan perkiraan waktu tempuhnya. Canggih ya. Apalagi kalau dibanding lima sepuluh tahun yang lalu.😁🤭
Disamping pilihan rute ada juga pilihan moda transportasi yang bisa digunakan. Ada pilihan kendaraan umum bus atau kereta. Dan juga kendaraan pribadi semacam mobil, motor hingga jalan kaki.
Dari kondisi tersebut, saya bisa memilih baik alat transportasi maupun pilihan rutenya. Atas pilihan tersebut saya harus bertanggung jawab sendiri. Dan juga, saya tidak bisa mengatakan orang lain yang akan ke Semarang namun menggunakan kendaraan dan rute yang berbeda sebagai salah, apalagi sesat.
Oh, iya. Ada satu variabel lagi yang mungkin berbeda antara pilihan saya dan pilihan orang lain. Yakni waktu berangkatnya. Hari ini, pagi siang sore atau malam. Atau bahkan di hari yang lain lagi.
***
Meski permisalan di atas tidak sepenuhnya bisa dipakai, namun setidaknya bisa memberikan sedikit perspektif tentang jalan dakwah. Jalannya para Nabi dan Rasul, yang diwariskan kepada kita. Sebagai seorang muslim semestinya mengikuti jejak jalan dakwah tersebut.
Karena bisa jadi banyak orang yang mengalami penyempitan dalam memaknai jalan dakwah. Hanya jalan kelompoknya yang bisa disebut jalan dakwah. Sehingga ketika ada yang memilih kendaraan, rute atau waktu yang berbeda kemudian disebut tergelincir dari jalan dakwah.
Meyakini pilihan kendaraan, rute dan waktu adalah yang terbaik untuk dirinya itu sah-sah saja. Namun tidak juga harus menghakimi orang yang memilih kendaraan, rute dan waktu yang berbeda adalah sesat.
Atau jangan-jangan karena kurang pergaulan atau kurang pengetahuan sehingga mengira rute satu-satunya Jogja ke Semarang itu hanya lewat Magelang, Ambarawa dan Bawen. Wah, sampean kurang keluyuran.
(SJ)