[PORTAL-ISLAM.ID] Presiden Donald Trump mengesahkan Undang-Undang Hak Asasi Manusia Uighur pada Rabu (17/6/2020), membuka jalan Amerika Serikat untuk menjatuhkan sanksi atas China.
"UU ini akan menghukum pelanggar HAM, seperti penggunaan sistematis kamp-kamp indoktrinasi, kerja paksa, dan pengawasan ketat untuk menghilangkan identitas etnis dan kepercayaan religius Uighur dan minoritas lainnya di China," ujar Trump.
Sebagaimana dilansir AFP, undang-undang ini memberikan kewenangan bagi pemerintah AS untuk mendeteksi pejabat China yang bertanggung jawab atas "penahanan paksa, penyiksaan, dan kekerasan" terhadap kaum Uighur dan minoritas lainnya.
AS kemudian akan membekukan seluruh aset para pejabat tersebut yang ada di Negeri Paman Sam. Para pejabat itu juga dilarang masuk ke wilayah AS.
Kementerian Perdagangan AS pun nantinya harus melarang ekspor AS ke seluruh entitas yang ada di Xinjiang, termasuk para objek sanksi tersebut.
Picu Amarah China
Pemberlakuan legislasi ini memicu amarah China yang sebelumnya sudah melontarkan protes atas RUU HAM Uighur.
China selama ini membantah laporan bahwa mereka menahan etnis Uighur di tempat-tempat layaknya kamp konsentrasi dan membatasi kehidupan mereka di Xinjiang.
Beijing berdalih kamp-kamp tersebut merupakan tempat pelatihan vokasi untuk memberdayakan etnis Uighur dan minoritas Muslim lainnya agar terhindar dari ideologi ekstremisme dan terorisme.
Kementerian Luar Negeri China menyatakan kekecewaan terhadap Amerika Serikat (AS) karena mengesahkan undang-undang (UU) tentang Uighur.
"China mendesak AS untuk segera memperbaiki kesalahannya dan berhenti menggunakan undang-undang itu untuk merugikan kepentingan China. Masalah yang terkait dengan Xinjiang bukan tentang hak asasi manusia, etnis, atau agama, melainkan tentang memerangi kekerasan, terorisme, dan separatisme," ujar Kementerian Luar Negeri China dilansir China Global Television Network.
Kementerian Luar Negeri China menyatakan, undang-undang itu telah memfitnah China dalam upaya melawan terorisme dan deradikalisasi serta mencampuri urusan dalam negeri China.