[PORTAL-ISLAM.ID] Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang perdana kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang dipimpin tujuh hakim dengan menghadirkan enam terdakwa, Rabu (3/6/2020).
Keenam terdakwa hadir di ruang sidang.
Enam terdakwa itu adalah:
1. Benny Tjokro (Komisaris PT Hanson International Tbk);
2. Heru Hidayat (Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera);
3. Hendrisman Rahim (mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Persero);
4. Hary Prasetyo (mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Persero);
5. Syahmirwan (mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Persero);
6. Joko Hartono Tirto (Direktur PT Maxima Integra)
Agenda sidang adalah pembacaan dakwaan oleh Jaksa penuntut umum (JPU).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung membacakan dakwaan atas nama Heru Hidayat. Dia dan lima lainnya didakwa merugikan negara dalam kasus korupsi Jiwasraya sebesar Rp16,8 triliun.
"Heru telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dengan Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, Syahmirwan, Benny Tjokrosaputro dan Joko Hartono Tirto, secara melawan hukum," kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (3/6/2020).
Jaksa menyebut keenamnya didakwa melakukan kesepakatan dalam pengelolaan investasi saham dan reksadana yang tidak transparan dan akuntabel. Analisis yang mereka lakukan dalam pengelolaan investasi saham serta reksadana tersebut hanya formalitas.
Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan telah melakukan pengelolaan investasi saham dan reksadana tanpa analisis berlandaskan pada data yang objektif dan analisis yang profesional dalam Nota Intern Kantor Pusat (NIKP).
Ketiga petinggi Jiwasraya itu juga disebut membeli saham PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR), PT PP Properti Tbk. (PPRO), dan PT Semen Baturaja (Persero) Tbk. (SMBR) meski kepemilikannya melewati ketentuan dalam Pedoman Investasi, yaitu 2,5% dari saham yang beredar. Keenamnya didakwa bekerja sama untuk membeli dan/atau menjual saham BJBR, PPRO, SMBR dan PT SMR Utama Tbk. (SMRU).
Kemudian, keenamnya didakwa mengendalikan 13 manajer investasi untuk membentuk produk reksadana khusus untuk PT AJS, agar pengelolaan instrumen keuangan yang menjadi underlying reksadana PT AJS dapat dikendalikan oleh Joko Hartono.
Bukannya melakukan verifikasi yang memadai, ketiga mantan petinggi Jiwasraya malah menyetujui hal tersebut. Meskipun mengetahui bahwa produk reksadana yang dikendalikan Joko tidak menguntungkan dan tidak dapat menunjang operasional perusahaan.
Lalu, terdakwa Heru dan Benny, melalui Joko, didakwa telah memberi uang hingga fasilitas kepada ketiga mantan petinggi Jiwasraya. Hal itu diberikan terkait pengelolaan investasi dan reksadana yang terjadi pada 2008-2018 tersebut.
Dalam dakwaan primer, mereka dikenakan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dakwaan subsider, dikenakan Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatan keenamnya juga disebutkan melanggar UU Perasuransian, PP tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, hingga sejumlah peraturan internal Jiwasraya.
Sementara itu, Benny Tjokro juga didakwa dengan Pasal TPPU. Pasal primair yang dikenakan adalah Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sebelumnya Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita aset terkait kasus dugaan korupsi dan pencucian uang di Asuransi Jiwasraya. Diperkirakan, nilai aset sitaan tersebut mencapai Rp17 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono menyebut nilai aset tersebut baru berdasarkan perhitungan penyidik tanpa melibatkan tim appraisal (penilai) independen serta lembaga yang berwenang menghitung nilai aset.
Aset-aset yang disita berupa tanah, properti, kendaraan mewah, perhiasan, deposito, dokumen berharga hingga tambang batu bara.
Jika dirinci terdapat beberapa mobil mewah yang disita, yakni dua Toyota Alphard masing-masing atas nama Hendrisman dan Harry. Kemudian, tiga mobil Mercedes-Benz atas nama Hanson International, R Wiryanti (istri Harry), dan Jiwasraya.
Selain itu, ada dua unit mobil milik Syahmirwan berupa Toyota Innova dan Honda CR-V yang turut disita. Dilanjutkan mobil dan motor Harley-Davidson milik Hendrisman.
Ada pula aset sitaan tambang baru bara milik Heru Hidayat PT Gunung Bara Utama (GBU) yang berlokasi di Kutai, Kalimantan Timur serta penangkaran ikan PT Inti Agri Resources Tbk. (IIKP).
Sementara aset tanah Benny Tjokro yang disita meliputi puluhan unit apartemen di apartemen South Hills, Kuningan, Jakarta Selatan. Ditambah aset dari cucu usaha Hanson Internasional seperti PT Harvest Time dan PT Blessindo.
Itu belum termasuk pemblokiran puluhan hektare tanah milik Benny di Bogor dan Banten, serta puluhan bidang tanah di Tangerang.
Nilai aset tersebut bersifat fluktuatif atau berpotensi berubah mengikuti perkembangan ekonomi. Misalnya saja, harga aset sitaan berupa mobil cenderung turun apabila proses perkara lama hingga ada keputusan berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Selain aset para tersangka, kejaksaan juga memblokir rekening efek perusahaan asuransi jiwa yang diduga kasus Jiwasraya. Sementara aset tersangka yang berada di luar negeri masih terus dilacak.
Sumber: Gresnews