[PORTAL-ISLAM.ID] Komisi Pemberantasan Koruspi (KPK) akhirnya menangkap mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, Senin (1/6/2020) malam.
KPK menegaskan penangkapan dua orang yang selama ini masuk daftar pencarian orang (DPO) tersebut merupakan bentuk koordinasi yang baik bersama bersama Polri dalam melakukan pencarian dan penangkapan para DPO.
Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan terima kasih dan mengapresiasi kepada masyarakat yang telah memberikan informasi terkait keberadaan para DPO KPK. Dia juga menyerukan kepada tersangka lain yang DPO untuk meneyrahkan diri.
"Kepada tersangka Hiendra Soenjoto (HS) dan seluruh tersangka KPK yang masih dalam status DPO saat ini, kami ingatkan untuk segera menyerahkan diri kepada KPK," kata Ali kepada Gresnews.com, Selasa (2/6/2020).
Hiendra Soenjoto adalah Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal yang merupakan penyuap Nurhadi. Dalam kasus ini, Nurhadi diduga menerima suap Rp33,1 miliar dari Hiendra melalui menantunya Rezky Herbiyono. Suap itu diduga untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT MIT yang berperkara di MA.
Nurhadi melalui Rezky juga diduga menerima janji 9 lembar cek dari Hiendra terkait perkara PK di MA. Namun diminta kembali oleh Hiendra karena perkaranya kalah dalam persidangan. Sementara dalam kasus gratifikasi, Nurhadi diduga menerima Rp12,9 miliar selama kurun waktu Oktober 2014 sampai Agustus 2016. Uang itu untuk pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA, serta Permohonan Perwalian.
Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengapresiasi kinerja dari tim penyidik KPK yang telah berhasil menangkap Nurhadi dan menantunya.
"Namun, permasalahan ini pun tidak bisa dipandang selesai dengan hanya melakukan penangkapan terhadap dua buronan KPK tersebut," kata Kurnia kepada Gresnews.com, Selasa (2/6/2020).
ICW memiliki beberapa catatan terkait perkara ini, yakni KPK harus mengembangkan dugaan pencucian uang yang dilakukan Nurhadi dan mengenakan pasal Obstruction of Justice bagi pihak yang membantu pelarian Nurhadi, termasuk menggali potensi keterlibatan Nurhadi dalam perkara lain.
"Untuk itu pimpinan KPK lebih baik tidak larut dengan euforia dengan penangkapan Nurhadi dan Rezky ini," katanya.
Ia menegaskan masih ada buronan lain yang tak kalah penting untuk segera dilakukan penangkapan, seperti Harun Masiku, Samin Tan, Sjamsul Nursalim, Itjih Nursalim, Izil Azhar, dan Hiendra Soenjoto.
Harun Masiku adalah politikus PDIP yang menjadi buron KPK atas kasus dugaan suap penetapan anggota DPR RI Fraksi PDIP melalui mekanisme pergantian antar-waktu (PAW). Ia diduga menyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Pemberian suap untuk Wahyu itu diduga untuk membantu Harun dalam Pergantian Antar Waktu (PAW) caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP yang meninggal dunia yaitu Nazarudin Kiemas pada Maret 2019. Namun dalam pleno KPU pengganti Nazarudin adalah caleg lainnya atas nama Riezky Aprilia.
Wahyu diduga sudah menerima Rp600 juta dari permintaan Rp900 juta. Dari kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan pada Rabu, 8 Januari 2020 ini, tim penindakan KPK menyita uang Rp400 juta.
Samin Tan adalah pemilik Borneo Lumbung Energi dan Metal sebagai buronan kasus korupsi. Ia diduga memberi hadiah atau janji kepada Eni Maulani Saragih selaku anggota DPR RI periode 2014-2019 terkait Pengurusan Terminasi Kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Samin Tan ditetapkan sebagai buronan KPK pada 6 Mei 2020. Ia tersangka sejak Februari 2019.
Buron KPK lainnya Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim. Keduanya tersangka korupsi kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan masuk dalam DPO pada September 2019. Selama proses penyidikan KPK telah dua kali memanggil pasangan tersebut.
Sjamsul dan Itjih menjadi tersangka BLBI sejak 10 Juni 2019 lalu. Keduanya diduga melakukan misrepresentasi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp4,8 triliun yang mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp4,58 triliun.
Saat dilakukan Financial Due Dilligence (FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD) disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet dan hanya memiliki hak tagih sebesar Rp220 miliar.
KPK juga menetapkan DPO untuk mantan Panglima GAM Wilayah Sabang Izil Azhar alias Ayah Marine pada Rabu 26 Desember 2018 silam. Izil ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi bersama mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) juga mengapresiasi penangkapan buron KPK ini.
"MAKI memberikan apresiasi kepada KPK atas tertangkapnya buron ini meskipun pada saat sulit pandemi Corona yang menyulitkan Satgas," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya, Selasa (2/6/2020).
Boyamin menyebut penangkapan Nurhadi dan menantunya ini merupakan prestasi bagi KPK. Dia pun memberikan hormat ke KPK yang berhasil membekuk Nurhadi.
"Penghormatan kepada KPK dengan cara tidak mencampuri teknis-teknis pelaksanaan penangkapan buron. Kami hanya sebatas memberikan informasi yang didapat dari empat klaster informan dan selanjutnya tim KPK yang menindaklanjuti dengan kewenangannya," tuturnya.
Ia mengatakan penghubung KPK pernah menjanjikan akan berusaha menangkap Nurhadi pada momen Lebaran. Penangkapan ini pun membuktikan KPK bekerja untuk memenuhi janjinya.
"Dan ini terbukti tidak jauh dari Lebaran. Mungkin hal ini berdasarkan analisis saat Lebaran ada kecerobohan dari Nurhadi," kata Boyamin.
"Mengenai lokasi penangkapan, hanya bisa memberikan gambaran bahwa pertengahan puasa kami telah memberikan informasi keberadaan properti yang diduga ditempati menantunya di daerah Simprug," ujarnya.
Sumber: Gresnews