Saya bukan pendukung apalagi kader PKS. Pemilih iya. Tapi di Pilpres 2019, Caleg DPR-Kota dan DPR-RI saya pilih Gerindra. Untuk DPR-Aceh dan Partai saya tusuk PKS.
Sebelumnya perlu saya jelaskan sedikit, di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tidak ada istilah DPRD tingkat 1 (Provinsi) dan DPRD tingkat 2 (Kota/Kabupaten). Sebagai gantinya adalah DPR-Aceh (Provinsi Aceh) dan DPR-K (Kota/Kabupaten). Bentuk kekhususan ini berdasarkan UU Otonomi Khusus. Termasuk adanya Partai Lokal.
Kembali ke Pemilu dan Pilpres 2019. Saya sengaja membagi suara untuk Gerindra dan PKS. Karena secara politik saya tidak terafiliasi dengan Ormas dan Parpol manapun. Saya merasa lebih nyaman untuk tidak terikat dengan ormas dan Parpol tertentu.
Jadi kalau saya mengkritik siapapun, Ormas manapun dan Parpol manapun, murni pendapat saya pribadi. Seperti misalnya saya bolak-balik juga mengkritik (bahkan kadang mengejek) PKS.
Sekarang misalnya, saya melihat kecenderungan beberapa elit Gerindra, sebut saja sebagai contoh, bro Habiburrokhman dengan cuitannya di twitter yang menyudutkan "teman lama". Ulah tidak cerdas yang dilakukan si Rokhman ini menurut saya berpotensi menjauhkan simpati bagi kawan-kawan yang dulu memilih Gerindra. Sebut saja saya sendiri.
Saya kurang kenal lawan cuitannya.
Apakah kader PKS atau bukan? tapi yang jelas, jawaban si Rokhman atas serangan "gebrak-gebrak podium", sama sekali tidak menunjukkan kematangannya dalam berpolitik. Semua pemilih Gerindra seperti saya mayoritas menganggap kasus "Korupsi Sapi" dan "Wisma Atlet" sudah selesai. Toh sudah masuk ke Pengadilan dan sudah diproses hukum.
Bahkan secara pribadi, saya menganggap kasus "Korupsi Sapi" PKS cuma akal-akalan sesama Parpol untuk "membunuh" Parpol lainnya. Setahu saya kerugian negara nol dalam kasus tersebut. Tapi karena Pengadilan memutuskan salah, ya PKS harus salah. Sama saja ketika KPU dan MA memutuskan Jokowi-Maruf yang menang Pilpres di tahun 2019 yang lalu. Yah Pemenangnya jadi Jokowi-Ma'ruf. Biarpun sampai detik ini saya secara pribadi meyakini kalau pemenang sungguhnya berdasarkan suara pilihan rakyat terbanyak adalah sebaliknya.
Kembali ke Komunikasi Politik. Gebrak-gebrak meja dan janji oposisi dari Prabowo Subianti, eh maaf, maksudnya Pak Prabowo Subianto (kadang keypad HP error) memang dipercayai mayoritas pemilihnya. Khususnya kami-kami yang bukan Kader Gerindra. Kalau sekarang masalah ini dijadikan serangan dan pelampiasan kekesalan oleh mantan-mantan Pendukung Capres 02 di Pilpres yang lalu, harusnya diterima saja dengan hati lapang. Sebut saja, kata-kata pertama udah bagus, "Dimanapun posisi yang penting bisa berbuat dan berkhidmat untuk rakyat".
Jadi ngga perlu menyerang 'Sapi' dan 'Wisma Atlit' segala. Serangan dibalas serangan, justru menunjukkan masih labilnya emosi dan mental tarung politik dari bro Rokhman sebagai calon Politisi Jempolan.
Tapi ya sudah. Lanjut deh, siapa tahu Gerindra memang sebenarnya ngga butuh lagi tambahan dukungan. Toh pemenang Pilpres 2024, seperti yang disampaikan Komedian Jepang, sudah ketahuan kok dari sekarang.
Jumat, 05 Juni 2020
(By Azwar Siregar)
dimanapun posisi yg penting berbuat u rakyat. kayak Pak Prabowo seh selamtkan puluhan triliyun uang rakyat. jangan malah korupsi sapi atau wisma atlit https://t.co/5vZLRn69wi— HabiburokhmanJktTimur (@habiburokhman) June 3, 2020