[PORTAL-ISLAM.ID] Anggota Komisi X DPR RI Prof Zainuddin Maliki merespons wacana melebur mata pelajaran (Mapel) Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan atau PKN.
Ide ini tertuang dalam dokumen yang beredar tentang penyederhanaan Kurikulum 2013 (K-13) yang dibahas dalam FGD struktur kurikulum SD.
Dokumen ini jadi bahan diskusi hangat di kalangan guru karena mewacanakan peleburan kedua mapel tersebut.
Prof Zainuddin sendiri mengaku sudah mendapat informasi tersebut dan memang belum dilempar secara terbuka sebagai wacana ke publik.
Namun dia mengingatkan agar Kemendikbud berhati-hati dalam membahas masalah ini.
"Kalau ada ide seperti itu ya tentu tidak kontekstual dan itu ahistoris. Artinya pemikiran seperti itu tidak memiliki akar budaya, akar kehidupan bangsa Indonesia yang religius. Akarnya kan itu," ucap Prof Zainuddin saat dihubungi jpnn.com, Kamis (18/6/2020).
Dia menyebutkan, bila pemerintah ingin ingin pengurangan jam pelajaran agama dan digabung dengan budi pekerti dan PKN, maka itu tidak mencerminkan akar budaya bangsa.
"Para founding father kita dulu merumuskan Pancasila dan kemudian menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa pada sila pertama, itu berangkat dari peta dan akar budaya bangsa Indonesia yang religius," tegas politikus PAN ini.
Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya ini mengakui, memang ada negara-negara barat yang menjadikan agama tidak sebagai mata pelajaran, tetapi harus diingat bahwa akar budayanya berbeda dengan yang dimiliki bangsa Indonesia.
(Prof Zainuddin Maliki)
Sebagai pembanding saja, Prof Zainuddin menceritakan pengalamannya melakukan studi banding ke Inggris, tepatnya ke SMA Trinity di Kota London.
Di sana dia memperoleh penjelasan bahwa pendidikan agama di negara itu diajarkan mulai SD sampai Perguruan Tinggi.
Dalam kunjungan itu, dia membawa pulang sebuah buku agama untuk pendidikan SMP.
"Karena siswanya banyak, agamanya berbeda-beda maka di dalam buku itu ada pelajaran agama yang macam-macam. Tetapi di satu buku pelajaran agama," jelas Prof Zainuddin.
Di dalam satu buku itu menurutnya terdapat pelajaran agama Kristen, Katolik, Konghucu, Islam, Hindu, Budha, dan agama lainnya.
Sebenarnya, kata anggota Baleg DPR ini, UU Sisdiknas juga mengacu model seperti itu.
Konsepnya, mata pelajaran agama itu diajarkan untuk siswa sesuai dengan agama yang mereka anut.
Misalnya, di sebuah Madrasah ada anak beragama Katolik sekolah di Madrasah, maka dia harus diajarkan agama Katolik walaupun sendiri.
Sebaliknya, kalau siswa beragama Islam sekolah di sekolahan Katolik, maka di sekolah itu harus mengajarkan juga agama Islam untuk siswa tersebut. Begitulah praktiknya di Inggris.
"Nah, Inggris saja menempatkan agama secara khusus seperti itu. Lah, Indonesia yang punya akar budaya bangsa yang religius, saya kira haruslah agama mendapatkan porsi yang proporsional di dalam kurikulum kita," tegasnya.
Oleh karena itu, kata Prof Zainuddin, karena ide tersebut masih menjadi pembahasan yang sifatnya terbatas, dia mengingatkan jangan sampai muncul pemikiran untuk menyederhanakan kurikulum pendidikan, tetapi disusun tidak berangkat dari akar budaya bangsa yang religius.
"Saya tidak menganggap Kemendikbud sudah punya pemikiran seperti itu, saya anggap Kemendikbud tidak punya pemikiran seperti itu. Tetapi kalau ada pemikiran begitu, maka ini sama dengan mencerabut pendidikan dari akar budaya bangsa yang religius," tandas legislator asal Jawa Timur ini.
Dihubungi terpisah Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Totok Suprayitno membenarkan ada FGD membahas penyederhanaan K-13.
Namun, paparan dalam FGD tersebut masih dalam bentuk kajian dan belum merupakan keputusan final.
"Itu hanya bahan diskusi awal di antara tim kerja kurikulum. Diskusi masih terus berlangsung sampai sekarang, dan laporan terakhir yang saya terima konstruksi kelompok mapelnya enggak seperti itu," terang Totok.
Dia menambahkan, dari laporan terkini yang diterima, mapel pendidikan agama tetap berdiri sendiri. Begitu juga mapel budi pekerti.
"Saat ini belum diputuskan perubahan kurikulumnya. Kami tentu mempertimbangkan banyak hal ketika nanti memutuskan. Yang pasti untuk mapel agama dan budi pekerti tetap berdiri sendiri. Jadi tidak ada peleburan Agama dan PKN," tegasnya. (jpnn)