LIPUTAN KHUSUS TEMPO (Senin, 8 Juni 2020):
- Bekas Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi Abdurrachman, dan keluarganya hampir empat bulan hidup dalam pelarian.
- Menurut seorang penegak hukum, dua personel Brimob diduga mengawal Nurhadi dan keluarganya selama pelarian.
- Pengawalan tersebut atas perintah seorang jenderal polisi bintang dua.
Persembunyian Terakhir di Simprug Golf
KETIKA petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai mengepung pada pukul 21.30, Senin, 1 Juni lalu, rumah berlantai dua itu gelap gulita. Tak ada satu pun lampu menyala di dalam dan luar rumah di Jalan Simprug Golf 17 Nomor 1, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, itu. Gerbang pagar setinggi hampir tiga meter dan berkawat duri tertutup rapat.
Namun di belakang pagar terlihat sebatang rokok yang masih membara dan segelas kopi yang tinggal setengah. Para petugas, yang datang dengan empat mobil, juga melihat seseorang sempat melongok di jendela lantai dua dari balik gelap.
Tim KPK yang dipimpin penyidik Novel Baswedan itu menggedor pagar. Mereka berseru meminta para penghuni keluar dan membuka gerbang. “Digedor terus sampai tengah malam, tapi tak ada yang menyahut dari dalam,” kata Kusharwati, Sekretaris RT 04, RW 08, Kelurahan Grogol Selatan, menceritakan lagi kejadian itu pada Jumat, 5 Juni lalu.
Kusharwati tiba di sana bersama Ketua RT dan Ketua RW saat petugas KPK mulai mengepung rumah itu. Tim KPK mendapatkan informasi bahwa dua buron, bekas Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi Abdurrachman, dan Rezky Herbiyono, menantunya, bersembunyi di sana.
(Rumah yang ditempati bekas Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi di Jalan Simprug Golf 17, Jakarta Selatan, 2 Juni 2020. Tempo/M. Taufan Rengganis)
Tak ada reaksi dari penghuninya, petugas KPK tetap menunggu di depan gerbang karena tak ada jalan lain untuk melarikan diri. Bagian samping dan belakang rumah itu terhalang tembok bangunan tetangga yang juga berlantai dua. “Tim di lapangan berupaya persuasif agar para tersangka yang di dalam rumah menyerahkan diri,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Selasa, 2 Juni lalu.
Lewat tengah malam, tim memutuskan memanjat gerbang. Disaksikan pengurus RT dan RW, seorang penyidik menggergaji gembok pagar dari dalam. Gerbang akhirnya terbuka. Tim merangsek ke dalam rumah. “Pintu depan enggak dikunci, tapi pintu menuju ruang tengah terkunci,” kata Kusharwati.
Tim penyidik menyalakan lampu. Mereka membuka kunci pintu ruang tengah, lalu menemukan Nurhadi di salah satu kamar di lantai dua. Mereka mendapati Rezky di kamar berbeda, yang juga terletak di lantai dua.
Menurut Kusharwati, di dalam rumah, tim KPK mendapati Tin Zuraida, istri Nurhadi; Rizqi Aulia Rahmi, putri Nurhadi dan istri Rezky; dua cucu; serta dua pembantu. Penyidik hanya menggiring Nurhadi dan Rezky ke ruang tamu di lantai dasar. “Mereka menginterogasi keduanya di sana sampai Selasa pagi,” ujar Kusharwati.
Petugas membawa Nurhadi, Rezky, dan Tin Zuraida ke gedung Merah Putih KPK saat hari sudah terang. Nurul Ghufron mengatakan Tin diperiksa sebagai saksi. Sebelumnya, Tin tak pernah memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi kasus suami dan menantunya. “Dia berkali-kali mangkir dari panggilan penyidik,” ucapnya.
KPK menetapkan Nurhadi dan Rezky sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi dari pengurusan perkara perdata PT Multicon Indrajaya Terminal yang tengah melawan PT Kawasan Berikat Nasional pada 16 Desember 2019. Keduanya juga diduga terlibat penyuapan dalam sengketa saham PT Multicon. Ada lagi besel dari perkara lain. Totalnya mencapai Rp 46 miliar.
Direktur Utama PT Multicon Hiendra Soenjoto turut menjadi tersangka. Ia masih buron hingga Jumat, 5 Juni lalu.
Ketiga tersangka menggunakan jasa pengacara Maqdir Ismail dalam sidang praperadilan penetapan tersangka mereka oleh KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada akhir tahun lalu. Maqdir menyatakan tak mengetahui dan tak pernah berkomunikasi dengan ketiganya selama masa pelarian. Kini ia juga ditunjuk Nurhadi dan Rezky sebagai penasihat hukum mereka. “Tapi kami belum bisa menghubungi mereka,” kata Maqdir, Sabtu, 6 Juni lalu.
Sangkaan terhadap Nurhadi dan Rezky diperkirakan bertambah. Selain soal suap dan gratifikasi, KPK tengah membidik Nurhadi dan Rezky dengan pelanggaran tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penyidik mendeteksi transaksi peralihan hasil korupsi menjadi berbagai aset. “Kami sedang mengembangkan soal TPPU-nya,” ujar Ketua KPK Firli Bahuri, Kamis, 4 Juni lalu.
• • •
PEMERIKSAAN Tin Zuraida sebagai saksi tak lepas dari perannya membantu sang suami. Menurut seorang penegak hukum yang mengetahui perkara Nurhadi Abdurrachman, Tin diduga ikut menyamarkan aset-aset yang berasal dari suap dan gratifikasi suaminya. Ia disebut melibatkan sejumlah kerabat untuk mengaburkan transaksi peralihan aset.
Bekas Staf Ahli Bidang Politik dan Hukum Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi itu juga diduga turut membantu pelarian Nurhadi dan Rezky Herbiyono. Mereka bertiga terus bersama saat berpindah-pindah hunian selama masa pelarian, seperti di rumah Jalan Simprug Golf 17, yang merupakan lokasi ke-13 persembunyian Nurhadi dan Rezky.
Lewat Tin-lah petugas KPK akhirnya menangkap Nurhadi. Metode pelacakannya manual karena Tin dan keluarganya tak pernah berkomunikasi lewat telepon selama pelarian. KPK memantau langsung pergerakan Tin di lapangan, lalu mendapati orang-orang yang ditemuinya.
Sebulan belakangan, pemantauan berfokus pada satu orang: Kardi bin Watar, 56 tahun. Tin Zuraida, 57 tahun, secara berkala bertemu dengan Kardi di sejumlah hotel di Jakarta.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia, Boyamin Saiman, mengklaim menerima informasi serupa. “Ada juga hotel di sekitar Senayan dan apartemen sekitar Simprug, Jakarta Selatan,” ucapnya. Boyamin menggelar sayembara berhadiah iPhone 11 bagi orang yang mengetahui keberadaan Nurhadi selama buron sejak Februari lalu. Seseorang yang tak ingin identitasnya diungkap, kata Boyamin, memenangi sayembara itu.
Hotel terakhir yang didatangi Kardi dan Tin berbentuk vila yang memiliki garasi yang langsung terhubung ke pintu kamar. Para tamu bahkan tak bertatap muka dengan petugas hotel karena memiliki lemari dinding yang bisa berputar. Lemari ini menjadi perantara antara tamu dan petugas, seperti saat menyerahkan uang dan menyerahkan makanan, dari balik dinding kamar.
Selain menerima informasi soal rumah persembunyian Nurhadi, Boyamin Saiman menerima paket pos berisi dokumen pernikahan Tin dan Kardi pada April lalu. Paket itu berisi catatan pernikahan siri Kardi dan Tin pada 19 November 2001. Keduanya menikah di Pondok Pesantren Darul Husaini, Tangerang, Banten, dengan mahar seperangkat alat salat.
Ada juga buku nikah Tin dan Kardi dari salah satu kantor urusan agama tingkat kecamatan di Bekasi, Jawa Barat, bertanggal 20 Januari 2004. Di buku nikah itu tertulis status Kardi dan Tin sebelum menikah sebagai jejaka dan perawan.
Pemimpin Pondok Pesantren Darul Sulthon Al Husaini, Sofyan Rosada, membenarkan ada pernikahan bawah tangan antara Kardi dan Tin. Sebelum mengganti nama menjadi Darul Sulthon Al Husaini, pesantren ini bernama Darul Husaini pada 2001. Menurut Sofyan, pernikahan tersebut disaksikan dua kolega mempelai, Abdul Rasyid dan Karnadi.
Sofyan bersedia menjadi wali nikah karena Tin mengaku berstatus janda—berbeda dengan status di buku nikahnya dengan Kardi. Ia tak mengetahui status pernikahan Tin dan Nurhadi kala itu. “Kalau dia tidak berstatus janda, tidak mungkin saya mau jadi wali nikah,” ujar Sofyan, Jumat, 5 Juni lalu.
(Istri Nurhadi, Tin Zuraida, setelah memberikan keterangan sebagai saksi untuk terdakwa petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro (kanan), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, 28 Januari 2019. Tempo/Imam Sukamto)
Kardi dan Tin berkenalan saat keduanya berdinas di Mahkamah Agung. Pada saat yang sama, Nurhadi juga bekerja di MA. “Pegawai di MA memang ada yang bernama Kardi, tapi tak ada yang nama belakangnya Bin Watar,” kata Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung Abdullah saat dimintai konfirmasi soal status kepegawaian Kardi.
Pengacara keluarga Nurhadi, Maqdir Ismail, membantah kabar bahwa Tin telah menikah dengan Kardi. “Dia masih terikat perkawinan dengan Nurhadi,” tuturnya. Maqdir juga mengatakan Tin tak terlibat pencucian uang atau menyamarkan aset Nurhadi. Aset-aset Tin, kata Maqdir, bersumber dari usaha keluarga. Salah satunya dari bisnis sarang burung walet. “Itu modal mereka sejak 1980-an,” ujar Maqdir.
Seorang penegak hukum mengatakan Tin Zuraida bertemu dengan Kardi pada Senin siang, 1 Juni lalu. Tin menemui Kardi di satu tempat, lalu bersama-sama menuju hotel dengan mengendarai satu mobil. Pola ini, kata penegak hukum tersebut, nyaris terjadi tiap pekan. Pada hari itu tim KPK di lapangan memastikan keduanya berada di salah satu hotel di Jakarta Selatan.
Tim KPK lalu membuntuti mobil yang ditumpangi keduanya saat keluar dari hotel pada Senin sore. Mereka tak langsung menuju Jalan Simprug Golf 17. Mobil berputar-putar di jalanan sekitar Jakarta sebelum menuju rumah persembunyian Nurhadi dan Tin. Keduanya diketahui selalu mengacak rute perjalanan menuju dan pulang dari hotel.
Kali ini cara itu gagal. Petugas menguntit Tin hingga ke depan rumah Jalan Simprug Golf 17 Nomor 1. Petugas keamanan menjaga perumahan elite itu selama 24 jam setiap hari. Selain penghuni, tak sembarang orang bisa memasuki kompleks. “Mereka mengontrak dan tinggal di sana sejak dekat bulan puasa,” ucap Kusharwati, Sekretaris RT 04.
Tim KPK meyakini Nurhadi juga berada di dalam rumah. Mereka terus mengawasi rumah itu. Petugas sempat waswas karena ada satu mobil berkaca gelap yang berhenti di depan rumah. Mereka mengira “orang-orang” Nurhadi berupaya mengevakuasi penghuni rumah. Tapi mobil itu pergi setelah tak lama berhenti di depan rumah.
Sejumlah personel tim bergerak ke gedung KPK. Mereka menjemput surat izin penggeledahan dari Dewan Pengawas. Pada saat yang sama, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango memantau langsung operasi penangkapan Nurhadi. “Saya ingin memastikan kegiatan berjalan dengan aman,” ujarnya, Kamis, 4 juni lalu.
• • •
SEJAK ditetapkan sebagai buron pada Februari lalu, Nurhadi Abdurrachman hidup berpindah-pindah bersama keluarganya. Sejak itu juga KPK mengirim tim mencarinya ke rumah-rumah yang disangka menjadi tempat persembunyian Nurhadi.
Selain di tiga rumah pribadi Nurhadi di Jalan Hang Lekir V dan Patal Senayan, Jakarta Selatan, serta vila di kawasan Megamendung di Bogor, Jawa Barat, petugas KPK mencarinya di tiga rumah kerabatnya di Jawa Timur. Tapi tak ditemukan jejak Nurhadi dan keluarganya di sana.
Pengacara dari kantor hukum Lokataru, Haris Azhar, menerima informasi bahwa Nurhadi dan keluarganya sempat mendiami apartemen dengan keamanan ekstraketat di kawasan Sudirman Central Business District, Jakarta Selatan. Dari situ, menurut Haris, Nurhadi berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah lain di sekitar Jakarta. “Dia pernah tinggal di rumah-rumah milik jaringannya selama pelarian,” kata Haris.
Haris menjadi pengacara seorang whistleblower kasus korupsi Nurhadi. Ia mengatakan sang peniup peluit sangat memahami perilaku dan kebiasaan Nurhadi. Haris menyebutkan Nurhadi bahkan memiliki pengawal selama bersembunyi. “Ada perantara dan pengamanan maksimum saat dia berpindah dari satu tempat ke lokasi lain,” ucap Haris.
Di gedung KPK, perburuan Nurhadi tertutup rapat-rapat. Selain tim, hanya Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango yang tahu operasi itu. Tiga hari sebelum penangkapan, Nawawi memanggil secara khusus penyidik Novel Baswedan dan Rizka Anungnata. Ia meminta keduanya segera menangkap Nurhadi dan buron lain. “Saya enggak menyangka penyidik secepat itu menangkapnya,” ujar Nawawi.
Faktor “orang-orang” Nurhadi menjadi salah satu yang ditimang dalam operasi. Saat menjabat Sekretaris MA, Nurhadi dikawal empat personel Brigade Mobil. Saat kasus korupsi yang diduga melibatkan Nurhadi mencuat pada 2016, penyidik sempat memanggil keempat anggota Brimob itu karena diduga mengetahui kejahatan Nurhadi.
Belakangan, menurut seorang penegak hukum, dua personel Brimob diduga mengawal Nurhadi dan keluarganya selama pelarian. Pengawalan tersebut atas perintah seorang jenderal polisi bintang dua.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian RI Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono membantah ada jenderal polisi yang memerintahkan pengawalan kepada Nurhadi selama buron. Ia juga menyanggah kabar bahwa Nurhadi mendapat pengawalan dari personel Brimob. Argo mengklaim Polri justru membantu KPK dalam mengungkap persembunyian Nurhadi. “Kami saling memberi informasi,” katanya.
Pada Senin malam, 1 Juni, petugas KPK akhirnya menggeruduk rumah di Jalan Simprug Golf 17. Mereka sudah bersiap jika bertemu dengan para pengawal Nurhadi. Tapi hanya gerbang pagar yang digembok yang menghalangi penangkapan itu.[]
Sumber: TEMPO