New Normal Yang Biasa
Manusia itu memang makhluk yang paling adaptif, itu yang menyebabkan kenapa mereka sulit punah. Dan seringkali untuk bisa menyesuaikan kita harus dipaksa.
Tak ada yang tetap dalam kehidupan kecuali perubahan. Karena perubahan itu sendiri adalah tanda kehidupan, sedangkan diam berarti kematian.
Air yang mengalir menjamin jernihnya, bila menggenang ia mengeruh. Bumi masih terjaga sebab ia berotasi pada sumbunya dan berevolusi pada matahari.
Hakikat dan nilai perbuatan manusia takkan berubah sampai hari kiamat. Berzina tetap dosa, begitu juga mencuri dan membunuh. Yang beda? perantara dan caranya saja.
Maka new normal sejatinya hanya penyesuaian, yang sudah pernah kita lakukan, dan akan terus kita lakukan, bedanya karena covid-19 ini, lebih ekstrim, lebih memaksa.
Memang, kehidupan beragama sangat terdampak dengan adanya wabah ini. Sebab Islam adalah agama berjamaah, dan dalam masa wabah, berjamaah = infeksi masif.
Tapi apa esensi berjamaah? Adalah gerakan dalam kumpulan, dan kekuatan dalam kerumunan, ini yang masih bisa dijaga, meski lewat berjamaah online.
Di bidang dakwah, saya pun coba untuk tetap berdakwah. Nilai dan hakikatnya tetap, tapi sekarang dipaksa untuk lebih serius dalam membuat konten dan alat produksinya.
Hasilnya, new normal ini membuat saya menghasilkan hampir satu video/harinya. Perubahan itu selalu hadirkan tantangan dan kesempatan, pertanyaannya, kita mau bersiap atau tidak.
Jadi, ketimbang berpusing pada apakah ini semua konspirasi atau tidak, atau menuduh bahwa ini adalah rancangan untuk menjauhkan kaum Muslim dari masjid, lebih baik berbenah.
Agar kita termasuk jadi yang paling siap untuk kondisi apapun yang akan dihadirkan bagi kita. Kita yakin, Al-Qur'an dan As-Sunnah pasti akan selalu update, relate dengan kita.
Challenge-nya, bagaimana caranya kita bisa menghantarkan kebaikan Islam dengan cara yang paling keren, agar hakikat dan nilai Islam tetap eksis?
(Felix Siauw)