BIAYA PERAWATAN COVID-19 SANGAT MAHAL, APA RS DAN NAKES UNTUNG BESAR?
Oleh: dr. Tifauzia Tyassuma
Ini adalah invoice biaya perawatan salah seorang Pasien positif COVID-19 yang dirawat di salah satu Rumah Sakit Swasta di Jakarta, selama dua minggu.
Jangan terbelalak dengan jumlah angka yang fantastis Rp 500 juta!!
Dan langsung berpikir bahwa Rumah Sakit untung Dokter kaya mendadak, dan seterusnya.
Sama sekali tidak!
Biaya tersebut semua adalah biaya tergunakan oleh pasien. Anda lihat rincian terbesar adalah biaya obat-obatan, sebesar 50% dari tagihan. Anda boleh bilang Pabrik obat yang untung (ya jelas mereka kan memang dagang obat), tetapi batasi spekulasi sampai di situ saja ya. Jangan melebar kemana-mana.
Komponen biaya jasa medik atau fee untuk Dokter hanya 5% dari seluruh biaya untuk sekian hari perawatan.
Supaya jelas: 1 pasien COVID di ICU dirawat tak kurang dari 10 Nakes (Dokter berbagai keahlian, Perawat dll). Jadi fee segitu bukan buat 1 Dokter saja! Kalau tidak dijelaskan sampai detail begini, nanti ada yang komen: pantes ajaa!
Dan seandainya boleh memilih, saya katakan di sini bahwa:
TIDAK ADA SATUPUN DOKTER YANG INGIN MERAWAT PASIEN COVID-19, WALAU DIBAYAR BERAPA JUGA!
Camkan ini baik-baik!
Mengapa?
Satu:
Begitu seorang NAKES merawat pasien, risiko dia terinfeksi COVID-19 meningkat menjadi 79%! Dan dengan sendirinya mereka ini adalah ODP. Dan dengan sendirinya keluarganya juga ODP.
Siapa yang mau punya risiko 79% kena COVIS-19?
Siapa yang mau punya Status ODP?
Ada? Ada?
Dua:
Walau Pemerintah bilang biaya rawat COVID-19 besar sekali, tetapi SAMPAI DENGAN HARI INI, TIDAK ADA SATUPUN RUMAH SAKIT yang sudah menerima UANG SEPERAK PUN dari Pemerintah.
Anda bisa cek ke 3000 Rumah Sakit dari Sabang sampai Merauke. Sampai hari ini, klaim pembiayaan atas perawatan Pasien COVID-19 belum dibayarkan Pemerintah.
Otomatis biaya yang sangat besar itu harus ditanggung oleh masing-masing Rumah Sakit.
Lha Rumah Sakit bukannya sedang berdarah-darah gara-gara utangmya BPJS yang sampai sekarang juga belum beres?
Tenaang. Ada kredit dari Bank (Pemerintah) yang bersedia menalangi segala biaya tersebut. Dengan bunga tentunya.
Jadi Anda tahu kan, siapa sebenarnya yang untung dan siapa yang buntung dalam soal perawatan COVID-19 ini.
Tiga:
Mengapa Dokter dan Nakes masih mau merawat pasien COVID-19?
Karena kami punya SUMPAH PROFESI, dan kami, para Dokter, punya DNA tertentu yang di dalamnya berisikan PANGGILAN KEMANUSIAAN.
Panggilan kemanusiaan itulah, sampai dengan lima bulan berjalan, Para Dokter Klinisi masih rela berbaju teletubbies yang Ya Allah sangat tidak nyaman, dan begitu menyiksa badan dan batin.
Saya kira tak ada satupun profesi lain di seluruh dunia selain Dokter dan Nakes yang begitu tersiksa dalam tugas merawat pasien COVID-19.
Dan lebih dari sekedar tersiksa akibat baju APD dan tetek bengeknya.
Anda kan tidak tahu, bahwa Para Dokter yang bertugas di Garis Depan setiap 14 hari sekali bergantian ISOLASI, sebagian darinya bergantian masuk ICU, dan sebagian darinya pulang dalam Peti Mati.
Anda kan tidak tahu itu.
Anda kan cuma penikmat berita. Sedih sebentar lalu sekejap lupa.
Bayangkan perasaan Para Dokter dan NAKES.
Dengan berita akhir-akhir ini, yang mendiskreditkan DOKTER dan NAKES, seakan-akan berburu Duit Biaya Perawatan Pasien COVID-19 yang kata Pemerintah mencapai ratusan juta itu.
Hilir mudik HOAX dan Fitnah, yang mengatakan banyak Pasien dirawat di Rumah Sakit, sengaja didiagnosis sebagai COVID-19, hanya agar biaya perawatan yang katanya Ratusan Juta itu bisa diklaim oleh Rumah Sakit.
Karena ketidaktahuan, banyak keluarga pasien dirawat dengan Diagnosis COVID-19 yang berkeluh kesah, karena anggota keluarganya yang meninggal dimakamkan dengan PROTAP COVID-19, ternyata setelah dikubur, hasil Pemeriksaan Negatif.
Dimana salahnya?
Begini.
Pasien datang, diperiksa oleh Dokter dengan prosedur Anamnesis atau wawancara tentang Keluhan utama, dan karena sekarang Pandemi COVID-19, maka ada protap tambahan yaitu tracking dan tracing, apakah pasien dari daerah merah/cluster atau kontak dengan Pasien positif atau PDP. Berikutnya pasien diperiksa dengan pemeriksaan fisik diagnostik dan penunjang, lab dan sebagainya.
Bila dari semua hasil pemeriksaan tersebut memenuhi kriteria diagnosis COVID-19 maka sesuai PROTAP, pasien tersebut dirawat sebagai Pasien COVID-19. Pemeriksaan PCR perlu waktu dan pasien tidak bisa menunggu apakah dia pasti COVID-19 atau tidak.
Karena:
- Pasien bisa mengalami perburukan gejala.
- Pasien bisa menulari pasien lain juga NAKES yang merawat.
Karena itulah walaupun hasil Pemeriksaan PCR belum keluar, masih harus dirawat sebagai Pasien COVID-19. Dan apabila pasien meninggal, maka walaupun hasil lab belum keluar, Pasien harus dilakukan pemulasaraan jenazah dengan Protap COVID-19.
Itulah mengapa, beberapa kasus yang tersebar di sosial media, bahwa pasien meninggal di-COVID-kan, padahal beberapa hari setelahnya, hasil lab menunjukkan hasil negatif.
Karena itu, tolong sekali lagi, tolong camkan baik-baik, tidak ada satu DOKTER pun yang mendapatkan keuntungan dan mau ambil untung dengan merawat pasien COVID atau mengCOVID kan pasien non COVID.
Kami, Para Dokter, adalah pihak pertama yang sangat ingin agar COVID-19 ini segera lenyap dari muka bumi.
Karena apa? Karena kami sedih, pasien penyakit lain menjadi terlantar gara-gara COVID-19 ini.
Dan kami para Dokter harus berjibaku demi satu penyakit yang sangat infeksius dan sangat membahayakan ini.
Dan tambah sedih dan geram lagi, ada pihak yang sengaja memfitnah DOKTER DAN NAKES, bahwa kami merekayasa kasus COVID ini, membesar-besarkan kasus COVID ini, padahal sebenarnya COVID ini cuma tipu-tipu.
Issue yang sengaja dihembus agar:
NEW NORMAL bisa disegerakan.
Nyawa puluhan Dokter dan Nakes itu anda kira meninggal tipu-tipu?
Dokter yang merawat Menteri Budi Karya dan meninggal itu tipu-tipu?
Para Profesor Guru Besar yang wafat dalam bencana ini tipu-tipu?
Maka,
Yang percaya COVID-19 adalah tipu-tipu, saya pastikan kalau tidak Jiwa Anda terganggu, kemungkinan kedua Anda: Gila.
(dr. Tifauzia Tyassuma)
Ini adalah invoice biaya perawatan salah seorang Pasien positif COVID-19 yang dirawat di salah satu Rumah Sakit Swasta...
Dikirim oleh Tifauzia Tyassuma pada Sabtu, 06 Juni 2020