[PORTAL-ISLAM.ID] Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Jumat (12/6/2020) mengeluarkan maklumat penolakan RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
Penolakan MUI ini penolakan total, bukan tambal sulam cuma perubahan pasal-pasal, tapi Tolak RUU HIP. Titik. Tanpa koma. Tanpa embel-embel jika ini jika itu.
"MUI bukan hanya menolak tidak dimasukkannya Tap MPRS Nomor XXV/ 1966 ke dalam RUU HIP. Tapi MUI menolak seluruh isi RUU HIP itu karena satu sama lain saling kontradiksi dan secara tidak langsung mendegradasi Pancasila itu sendiri," kata Wakil Ketua Umum MUI KH Muhyiddin Junaidi, Minggu (14/6), seperti dilansir Republika.
Siapa Pendukung RUU HIP di DPR?
Tak setiap hari rancangan undang-undang di DPR mendapat penolakan dan sorotan sebegitu dari wakil berbagai golongan di umat Islam Indonesia tersebut. Apa hal? Bagaimana regulasi itu muncul di DPR? Republika.co.id mencoba menelusuri rekam jejak menuju disetujuinya RUU HIP tersebut masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Persoalan terkait Pancasila sedikit banyak punya singgungan dengan bidang kerja Komisi II di DPR. Meski begitu, usulan RUU ini muncul di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Fraksi PDIP disebut jadi pengusulnya di baleg. Sementara Wakil Ketua Baleg DPR Rieke Diah Pitaloka dari Fraksi PDIP di DPR ditunjuk jadi ketua panitia kerja (panja) RUU tersebut.
Salah satu tujuan pembentukan undang-undang itu, memperkuat landasan hukum pembentukan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang selama ini diatur peraturan presiden. BPIP saat ini dipimpin, salah satunya, oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sebagai ketua dewan pembina.
Dokumen Rapat
Dalam rekaman dokumen rapat yang diperoleh dari dpr.go.id rencana pembahasan RUU HIP dimulai dengan rapat dengar pendapat umum pada 11 Februari 2020. Sebanyak 37 orang hadir dan 15 ijin dari 80 anggota dewan dalam rapat yang mendatangkan pakar ketatanegaraan Prof Jimly Asshiddiqie dan Prof FX Adjie Samekto tersebut.
Dalam risalah rapat itu, Prof Jimly menilai RUU Pembinaan HIP diperlukan dalam kaitannya dengan kewenangan BPIP yang ia usulkan berubah menjadi Dewan Nasional Pembinaan Ideologi Pancasila (DN-PIP). Prof Jimly juga mengusulkan UU Pembinaan HIP nantinya bisa menjadi semacam 'omnibus law' yang jadi parameter untuk mengevaluasi dan mengaudit undang-undang lainnya agar sesuai haluan Pancasila.
Prof Jimly mengusulkan regulasi tersebut tak terlalu konkrit dan mendetail. Prof FX Adjie Samekto secara umum mendukung dengan alasan pentingnya menanamkan ideologi Pancasila. Perlu dicatat, naskah draf RUU HIP belum dilampirkan dalam rekaman rapat ini.
Rapat selanjutnya juga mendengarkan pandangan tim ahli pada 12 Februari 2020, meski notulennya tak bisa diakses di dpr.go.id saat berita ini ditulis.
Kemudian pada 8 April 2020 dilakukan rapat Panitia Kerja Badan Legislasi RUU HIP yang diketuai Rieke Diah Pitaloka. Rapat itu mulai membahas draf RUU dan mengusulkan tim ahli menyempurnakan draf tersebut. Rapat-rapat panja pada 13 April dan 20 April kemudian dilakukan secara tertutup.
Rapat pengambilan keputusan penyusunan RUU HIP dilakukan pada 22 April 2020. Dalam risalah rapat itu, Fraksi PDIP dan Nasdem menyetujui sepenuhnya dibahasnya RUU HIP tanpa syarat. Sedangkan Golkar mendukung pembahasan dilanjutkan dengan sejumlah catatan. Gerindra juga menyetujui draf dengan catatan RUU bukan semata untuk memperkuat BPIP.
Fraksi PKB menyetujui draf RUU dilanjutkan sebagai inisiatif DPR dengan catatan menambahkan rumusan UUD 1945 sebagai konsideran.
Sedangkan Fraksi Demokrat menarik keanggotaan dari panja karena merasa regulasi itu tak mendesak dibahas saat rakyat sedang kesulitan menghadapi pandemi Covid.
Fraksi PKS meminta RUU disempurnakan lebih dulu sebelum diajukan ke sidang paripurna dengan menguatkan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa serta dimasukkannya TAP MPRS XXV/MPRS/1966 sebagai konsideran. TAP MPRS itu mengatur pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) serta pelarangan penyebaran ideologi komunisme/Marxisme/Leninisme di Indonesia. PKS juga meminta pasal soal “Ekasila” dalam RUU tersebut dihapuskan.
Hal senada, soal perlunya TAP MPRS XXV/MPRS/1966 sebagai konsideran, juga disampaikan Fraksi PAN. Sementara Fraksi PPP meminta beberapa penyesuaian dan meminta kedudukan BPIP sejajar lembaga negara lainnya.
“Berdasarkan pendapat fraksi-fraksi (F-PDIP, F-PG, F-PGerindra, F-PNasdem, F-PKB, F-PAN, dan F-PPP) menerima hasil kerja Panja dan menyetujui RUU tentang Haluan Ideologi Pancasila untuk kemudian diproses lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun untuk FPKS menyatakan dapat menerima hasil kerja Panja dan menyetujui RUU tersebut setelah dilakukan penyempurnaan kembali dengan menambahkan poin-poin yang tercantum dalam Pendapat fraksi,” tertulis dalam risalah rapat.
Rapat Paripurna DPR akhirnya menyetujui RUU HIP menjadi usul inisiatif dan masuk Program Legislasi Nasional pada 12 Mei 2020.
Persetujuan ini diperoleh setelah sembilan fraksi minus Fraksi Demokrat menyerahkan pendapat tertulisnya.
(Sumber: Republika)
Link: https://republika.co.id/berita/qbtqon393/ramai-ditolak-siapa-pendukung-ruu-hip-di-dpr