TUNTUTAN Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada dua orang polisi aktif Ronny Bugis dan Rahmat Kadir yang diduga sebagai penyerang Novel Baswedan hanya 1 (satu) tahun dan ini dinilai tidak adil.
Mencengangkan untuk tindak pidana bertitel penganiayaan berat terencana. Semua tahu akibat penyiraman air keras ke wajah Novel Baswedan telah menyebabkan sebelah mata Novel menjadi cacat.
Sejak awal Novel sendiri meragukan keseriusan penyidikan. Apalagi tersangka adalah anggota Polri aktif. Kasus Novel sendiri bernuansa politik. Ada aktor intelektual di belakang penyiram air keras.
Namun jangankan mengungkap yang "di belakang", pada tersangka yang ada saja masih banyak tanda tanya akan kebenaran materielnya. Cerita novel yang bertele-tele dan tuntutan seperti main-main.
Diakui ada perencanaan. Diyakini delik penganiayaan berat. Tapi ironinya JPU hanya menuntut satu tahun saja. Pasal 355 ayat (1) KUHP menyatakan bahwa untuk perbuatan penganiayaan berat dengan rencana itu sanksi hukumannya 12 tahun. Itu adalah dakwaan primer. Terhadap dakwaan subsidair Pasal 353 ayat (2) maka ancaman hukumannya adalah 7 tahun. Aneh bagaimana bisa JPU hanya menuntut 1 (satu) tahun.
Jika alasannya adalah kedua terdakwa tidak sengaja menyiram air keras ke badan namun yang terkena adalah wajah. Justru menunjukkan kebodohan hukum sang Jaksa.
Yang namanya sengaja (opzet) itu ada tiga jenis. Sengaja sebagai maksud (opzet als oogmerk), sengaja dengan kesadaran akan kepastian (opzet als zekerheidsbewustzijn), dan sengaja dengan kesadaran akan kemungkinan (dolus eventualis).
Nah menyiram air keras dari motor berboncengan jika tidak kesengajaan pertama, maka akan terpenuhi yang kedua dan ketiga. Jadi menyiram air keras yang berakibat rusak pada wajah adalah sengaja juga. Bisa “zekerheidsbewustzijn” atau “dolus eventualis”.
Adapun unsur sengaja adalah menghendaki dan mengetahui (willens en wetens). Apa yang dilakukan oleh kedua Polisi aktif ini sangat kuat memenuhi rumusan delik baik Pasal 355 ayat (1) atau 353 ayat (2) KUHP.
Terlepas aspek teknis hukum, maka apa yang terjadi dengan tuntutan 1 (satu) tahun adalah menggelikan, menistakan hukum, dan jauh dari rasa keadilan. Jaksa Penuntut Umum ini terkesan menjadi pembela terdakwa. Biasanya JPU mencari sanksi atas perbuatan yang terberat, aneh ini justru mencari yang teringan. Semua tahu itu tugas pembela, bukan Jaksa.
Memang lamanya waktu untuk menemukan tersangka saja sudah janggal. Tiga tahun dan ternyata ditemukan di ruang dekat dekat saja, yakni di kantor Polisi sendiri. Kemudian diproses bertele-tele dan kini masuk Pengadilan. Lalu sampailah pada tuntutan JPU yang kontroversial tersebut.
Bravo JPU anda layak dapat bintang. Bintang cerita telenovela. Bertele tele dan mampu membuat cerita sedih dalam kepura-puraan.
Keadilan menjadi korban dari penganiayaan berat. Telah luka wajah hukum disiram air keras kekuasaan.
Oleh: M Rizal Fadillah
(Pemerhati politik dan hukum)