[PORTAL-ISLAM.ID] “Kemenangan sudah di depan mata. Perebutan ibu kota (Tripoli) hanya menghitung hari. Semua buyar usai Turki ikut campur,” jubir pemberontak Haftar mengeluh saat wawancara MBC Dubai.
Sebelumnya pasukan pemberontak Libya LNA mengalamai kemajuan pesat, tepatnya setelah pada 2016 mendapat dukungan pesawat nirawak Wing Loong buatan China, yang dioperasikan oleh para pilot di Uni Emirat Arab (UEA).
Pesawat nirawak yang dilengkapi dengan peluru kendali (rudal) dan bom tersebut punya jelajah tempur sekitar 1.500 km, dan mampu terbang setinggi 10.000 meter.
Dukungan drone dari UAE tersebut membuat pasukan pemberontak LNA di atas angin, ketika pada April 2019 Haftar mengumumkan penyerangan besar-besaran ke Tripoli.
Sebaliknya, pasukan GNA (pemerintah sah Libya) selalu dalam kondisi terdesak karena serangan drone China tersebut.
Penggunaan drone memang bermanfaat sekali, terlebih karena medan Libya yang terbuka.
Drone dapat mengintai pergerakan pasukan lawan, juga sekaligus melakukan serangan dengan bom presisi tinggi.
Selain itu, jika drone tertembak jatuh, si pilot aman karena berada ribuan kilometer dari lokasi penembakan.
Namun, peta pertempuran mulai berubah ketika pada Desember 2019, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan komitmen dukungan militer kepada Pemerintahan GNA di Tripoli.
Turki mengirim drone tempur buatan sendiri, Bayraktar TB2.
Meski dari sisi jarak tempuh drone Turki ini kalah dari Wing Loong buatan China, tapi terbukti efektif dalam memukul mundur pasukan Haftar.
Keunggulan drone Turki ini adalah dioperasikan langsung di Libya, sedangkan Wing Loong diluncurkan dari UEA yang berjarak ratusan kilometer.
Dengan demikian, meski jangkauan efektif Bayraktar TB2 hanya 150 km, tapi karena dikendalikan dari jarak dekat menjadi lebih efisien operasionalnya.
Kedatangan drone bersenjata Turki tersebut membuat berantakan gerak maju pasukan LNA.
Bayraktar TB2 memorakporandakan arus logistik LNA, bahkan menghancurkan meriam antiserangan udara Pantsir S-1 buatan Rusia yang dipasok UEA.
Bantuan persenjataan, terutama drone dari Turki berhasil memberikan hasil gemilang bagi pemerintah yang berbasis di Tripoli (Sarraj/GNA).
Kota Tripoli akhirnya berhasil diamankan, Pasukan LNA dan sekutunya dipukul mundur sampai ratusan km, bahkan ada sebagian yang terkepung. GNA terus merangsek ke arah Sirte dan mengincar kota strategis Jufra. Jika kota dikuasai maka wilayah luas gurun otomatis jatuh ke tangan GNA.[]