بسم الله الرحمن الرحيم
Sehubungan dengan polemik Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang digagas oleh PDIP dan disetujui oleh semua parpol di DPR kecuali PKS dan Demokrat sehingga mendapat penolakan dari banyak pihak di antaranya MUI seluruh Indonesia, ormas-ormas Islam seluruh Indonesia, organisasi purnawirawan TNI-Polisi dan seluruh elemen bangsa, maka kami ingin memberikan tanggapan sebagai berikut:
Pertama: Mengecam PDIP sebagai inisiator RUU HIP dan parpol-parpol di DPR yang menyetujuinya. Ini menunjukkan bahwa kader-kader PKI/komunis sudah menyusup di dalam parpol-parpol dan DPR RI. Tindakan mereka ini makar dan pengkhianatan terhadap pancasila dan UUD 1945.
Kedua: Menolak dan menuntut pembatalan RUU HIP. Apapun alasannya, pembahasan RUU HIP harus dihentikan untuk selamanya, tidak perlu ditunda. RUU ini harus dibatalkan, tidak perlu direvisi karena banyak menimbulkan masalah dan mudharat bagi bangsa.
RUU HIP ini telah menyakiti perasaan rakyat Indonesia dan membuat kegaduhan bangsa sehingga bisa merusak persatuan bangsa dan menghancurkan NKRI, serta memberi peluang kebangkitan PKI/komunisme.
RUU HIP menghancurkan Pancasila dengan mengubah Pancasila menjadi Trisila (sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, dan ketuhanan yang berkebudayaan) dan Ekasila (gotong royong). RUU ini mengubah dan menghancurkan pancasila yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa. Ini makar dan pengkhianatan terhadap pancasila dan UUD 1945.
Pembahasan Pancasila sudah final dibahas para pendiri bangsa. Tidak perlu lagi didiskusikan atau diperdebatkan. Mengubah pancasila menjadi trisila dan ekasila bisa merusak persatuan bangsa dan menghancurkan pancasila dan NKRI.
RUU HIP ini pengkhianatan terhadap kesepakatan para pendiri bangsa. Pancasila telah disepakati oleh para pendiri bangsa yaitu panitia sembilan dari BPUPKI pada tanggal 22 Juni 1945 dan 18 Agustus 1945 sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945 serta dikuatkan dengan dekrit presiden 5 Juli 1959. Bukan trisila dan ekasila yang diusulkan oleh Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 yang tidak disepakati oleh para pendiri bangsa.
RUU HIP terindikasi PKI/komunisme dan memberi peluang kebangkitan PKI/komunisme di Indonesia dengan tidak memasukkan TAP MPRS no 25 tahun 1966 tentang pelarangan PKI dan komunisme, marxisme dan leninisme dan dengan mengubah pancasila menjadi trisila dan eka sila yang meniadakan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
RUU HIP ingin membuat Undang-Undang untuk menafsirkan pancasila sesuai selera pihak tertentu. Penafsiran pancasila sudah cukup dengan piagam Jakarta dan UUD 1945. Tidak perlu ditafsirkan dengan Undang-Undang baru yang bernama HIP atau apapun namanya yang penuh sarat kepentingan pihak tertentu yang ingin membangkitkan kembali PKI/komunisme di Indonesia.
RUU HIP ini menghilangkan sila "Ketuhanan Yang Maha Esa" dengan mengubahnya menjadi "Ketuhanan yang berkebudayaan". Ini penistaan agama karena agama disamakan dengan budaya atau didasarkan atas budaya. Bahkan dengan eka sila "gotong royong" telah meniadakan agama. Ini memberi celah dan peluang untuk kebangkitan PKI/komunisme.
Ketiga: Menolak PKI/komunisme karena bertentangan dengan agama, pancasila, UUD 1945 dan TAP MPRS no 25 tahun 1966 tentang pelarangan PKI dan komunisme, marxisme dan leninisme.
Keempat: Memberi apresiasi dan dukungan kepada Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat yang tidak menyetujui RUU HIP sejak dari awal digagas oleh PDIP.
Kelima: Mendukung Maklumat MUI Pusat bersama MUI seluruh Indonesia dan pernyataan sikap ormas-ormas Islam seluruh Indonesia di antaranya Muhammadiah, NU, PERSIS, Dewan Dakwah, Parmusi, IKADI, Majelis Mujahidin, dan lainnya, organisasi purnawirawan TNI-Polri dan semua elemen bangsa tentang penolakan RUU HIP dan PKI/komunisme serta tuntutan pembatalan RUU HIP.
Keenam: Meminta aparat kepolisian untuk mengusut dan memproses hukum terhadap orang-orang yang menjadi inisiator dan konseptor RUU HIP. Mereka telah membuat makar terhadap pancasila dan UUD 1945 dan melanggar hukum yang melarang PKI/komunisme.
Ketujuh: Menuntut pembubaran parpol yang menjadi inisiator dan konseptor RUU HIP dan parpol-parpol yang menyetujuinya. Tindakan parpol-parpol ini merupakan makar terhadap pancasila dan UUD 1945 dan pelanggaran hukum.
Kedelapan: Meminta aparat kepolisian untuk mengusut dan memproses hukum terhadap orang-orang yang menyebarkan ajaran dan simbol-simbol PKI/komunisme. Mereka telah membuat makar terhadap pancasila dan UUD 1945 dan melanggar hukum yang melarang PKI/komunisme.
Kesembilan: Mengajak umat Islam dan seluruh elemen bangsa untuk bersatu menjaga NKRI dan menyelamatkan pancasila dari upaya pihak-pihak tertentu yang ingin mengubah atau menggantikan pancasila dengan ideologi komunis. Bela NKRI, selamatkan pancasila dan hancurkan komunis.
Kesepuluh: Meminta rakyat Indonesia untuk tidak memilih partai yang menjadi inisiator dan konseptor RUU HIP dan partai-partai yang mendukungnya pada pilkada dan pilpres ke depan.
Demikianlah tanggapan saya terhadap persoalan ini sebagai wujud kepedulian saya terhadap persoalan umat dan bangsa. Semoga pendapat yang saya sampaikan ini bermanfaat bagi umat dan bangsa. Amin.
Banda Aceh, Jum'at 5 Dzulqa'idah 1441 H/ 26 Juni 2020 M
Ttd
Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA
Ketua Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh, Ketua Jaringan Alumni Timur Tengah Indonesia (JATTI) Provinsi Aceh, Anggota Majelis Pakar Parmusi Provinsi Aceh, dan Anggota Ikatan Ulama & Da'i Asia Tenggara.